Selasa, 12 Februari 2013

makalah sejarah turunnya AL-QUR'AN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Banyak sekali berbagai pendapat mengenai Al-Qur’an baik dari pengertian, perkembangan serta penulisan Al-Qur’an. Selain itu juga, masih banyak dari kalangan orang muslim yang belum mengerti dan paham mengenai Al-Qur’an. Maka dari itu beberapa ahli membuat suatu kesepakatan mengenai ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al-Qur’an yang dinamakan dengan Ulumul Quran.

Dari segi turunnya Al-Qur’an dan penulisan Al-Qur’an terdapat pula beberapa perbedaan pendapat para ahli. Adapun perbedaan itu dari segi pengertian Al-Qur’an, sejarah turunnya Al-Qur’an, penulisan serta rasm Al-Qur’an dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan pada bab berikutnya.

B.     Pembatasam Masalah
Dalam pembuatan makalah tentang Ulumul Quran ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu mengenai Sejarah Turunnya Alquran dan Penulisan Alquran.

C.    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an?
2.      Apa hikmah dari diwahyukannya Al-Qur’an?
3.      Bagaimanakah proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi?
4.      Bagaimanakah proses penulisan Al-Qur’an pada masa Khulafa’urasyidin?
5.      Bagaimanakah proses penyempurnaan Al-Qur’an setelah masa khalifah?
6.      Apa yang dimaksud dengan rasm Al-Qur’an?
7.      Bagaimanakah pendapat beberapa ahli mengenai rasm Al-Qur’an?



D.    Tujuan Penulisan
Makalah Sejarah Turunnya Al-Qur’an dan Penulisan Al-Qur’an ini ditulis dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Study Al-Qur’an, serta sebagai bahan untuk mengetahui:
1.      Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an
2.      Hikmah dari diwahyukannya Al-Qur’an
3.      Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi
4.      Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an pada masa Khulafa’urasyidin
5.      Bagaimana proses penyempurnaan Al-Qur’an setelah masa khalifah
6.      Apa yang dimaksud dengan rasm Al-Qur’an
7.      Bagaimana pendapat beberapa ahli mengenai rasm Al-Qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an secara etimologi merupakan bentuk mashdar (Verbal noun) yang diartikan sebagai isim maf’ul yaitu Maqru’ berarti “yang dibaca”. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kata Qur’an adalah kata sifat dari Alqur’ berarti “mengumpulkan” (Al-jam’), atau Musytaq dari Alqara’in atau qarana.

Sedangkan menurut terminologi Al-Qur’an adalah “Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya, Muhammad, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari awal surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas.

B.     Hikmah Diwahyukannya Al-Qur’an Secara Berangsur-angsur
Al-Qur’an diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Djulhijjah haji Wada’ tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H.

Menurut Al-Zarqani dalam manahil Al-Irfan berpendapat bahwa proses turunnya Al-Qur’an terdiri atas tiga tahapan:
1.      Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah Ke Lauh Al-Mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah, Q.S. Al-buruj ayat 21-22.

“Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh” (QS.Al-Buruj : 21-22).

2.      Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-Izzah( tampat yang berada di langit dunia), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qadar ayat 1.
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan-nya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”

3.      Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Hal ini diisyaratjkan dalam Q.S. Asy-Syuaro ayat 193-195:

“Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”.

Masa turunnya Al-Qur’an dapat dibagi ke dalam dua periode. Perode pertama disebut periode makiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih bermukim di Mekah, yaitu 12 tahun 5 bulan 13 hari yaitu dari 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi. Perode kedua disebut periode Madaniyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah yaitu selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, yakni dari permulaan Rabiul awal tahun 54 dari kelahiran Nabi sampai 9 Djulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi. Hal ini menandakan bahwa Al-Qur’an mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat dimana ia diturunkan.

Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur mempunyai hikmah dan faedah yang besar sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon ayat 32.

Di samping itu masih banyak pula hikmah yang terkandung dalam hal diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur sebagai berikut:
1.      Untuk meneguhakan hati Nabi Muhammad SAW Mengingat watak keras masyarakat yamg dihadapi Nabi, maka dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur akan memperkuat hati Nabi.
2.      Sebagai Mukjizat Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi Nabi dari kaumnya baik dari pertanyaan yang memojokkan. Turunnya wahyu yang berangsur-angsur itu tidak saja menjawab pertanyaan itu bahkan menantang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an.
3.      Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-Qur’an.  Sekiranya Al-Qur’an turun sekaligus tentu sulit untuk memahami dan menghafal isinya.
4.      Untuk menerapkan hukum secara bertahap.
5.      Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an adalah bukan rekayasa Nabi Muhammad atau manusia biasa. Meskipun rangkaian ayatnya turun selama 23 tahun tetapi sistematika dan kandungannya tetap konsisten.

C.    Penulisan Al-Qur’an pada Masa Nabi
Pada masa nabi, kedatangan wahyu tidak saja di ekspresikan dalam bentuk hafalan tetapi juga dalam bentuk tulisan, nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas mencatat wahyu. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Afan, Ali bin Abi tholib, Abban bin sa’id, Khalid bin Al-walid, dan Muawiyyah bin Abi Sufyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatan tulis menulis Al-Qur’an tadi didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim:

“Janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barangsiapa telah menulis dariku selain al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya” (HR. Muslim).



Diantara faktor yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa nabi adalah :
1.      Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya
2.      Mempresentasikan wahyu dengan cara paling sempurna

D.    Penulisan Al-Qur’an pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
1.      Pada masa Abu Bakar As-siddiq
Pada dasarnya, seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam suatu mushaf adalah Abu Bakar As-Siddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah perang yamamah pada tahun 12 H.

Karena khawatir kelestarian Al-Qur’an hilang, Zaid bin Tsabit salah seorang sekretaris Nabi yang muda dan pintar ditugaskan untuk melacak kembali al-Qur’an. Dalam melaksanakan tugasnya Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan, tanpa didukungt tulisan.
Sikap kehati-hatian Zaid dalam mengumpulkan Al-Qur’an atas dasar pesan Abu Bakar:

“Dudulah kalian di pintu masjid. Siapa yang datang kepada kalian membawa catatan al-Qur’an dengan dua saksi, maka catatlah”.

Riwayat yang berkaitan juga dikeluarkan Ibn Abi Dawud melalui jalan Yahya bin Abdirrahman bin Hatib yang menceritakan bahwa Umar berkata:

Artinya:
“siapa saja pernah mendengar beberapa saja ayat Al-Qur’an dari rasulullah, sampaikalah (kepada zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada subut, papan, dan pelepah kurma. Zaid tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua saksi.
Di dalam menerangkan pengertian “dua saksi” riwayat ini, perlu disimak pendapat Ibn Hajar. Menurut tokoh hadis kenamaan ini, syahidain (dua saksi) di sini tidak harus keduanya dalam bentuk hapalan, atau keduanya dalam bentuk tulisan. Sahabat tertentu yang membawa ayat tertentu dapat diterima bila ayat yang disodorkan didukung dua hapalan dan atau tulisan sahabat lainnya. Demikian juga, suatu hapalan ayat tertentu yang dibawa oleh sahabat tertentu baru bisa diterima bila dikuatkan oleh dua catatan dan atau hapalan sahabat lainnya.

Pemahaman Ibn Hajar tentang syahidain sedikit berbeda dengan apa yang ditangkap As-Sakhawi (w. 643 H.). Asy-Syakhawi memandang bahwa syahidain artinya catatan sahabat tertentu mengenai ayat tertentu. Ayat tertentu yang disodorkan sahabat dapat diterima jika memiliki dua saksi yang memberikan kesaksamaan bahwa catatan itu memang ditulis di hadapan Nabi.

Pekerjaan yang dibebankan pada pundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 13 H. Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan Khalifah Umar dan ketika Umar wafat, mushaf itu disimpan Hafsa, bukan oleh Utsman bin Afan.

2.      Pada masa Utsman bin Afan
Selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an muncul di kalangan tentara-tentara muslim, yang sebagian direktut dari siria dan sebagian lain dari Irak. Perselisihan ini cukup serius sehingga Khudzaifah melaporkannya kepada khalifah Utsman (644-656) dan mendesaknya agar mengambil langkah guna mengakhiri perbedaan tersebut. Khalifah berembuk dengan para sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit “mengumpulkan” Al-Qu’ran. Bersama Zaid, ikut bergabung tiga anggota yaitu: Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al-‘Ash, dan Abd Ar-Rahman bin Al-Harits.

Satu prinsip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas ini adalah bahwa dalam kasus kesulitan bacaan, dialek Quraisy suku dari mana Nabi berasal- harus dijadikan pilihan. Dengan demikian, suatu naskah otoritatif (absah) Al-Qur’an, yang sering juga disebut mushaf ‘Utsmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinannya dibuat dan dibagikan ke pusat- pusat utama daerah Islam.

‘Utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut:
a)      Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,
b)      Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali dihadapan Nabi pada saat-saat terakhir,
c)      Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf ‘Utsmani,
d)     Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda sesuai dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an ketika turun,
e)      Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.

Perbedaan penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman adalah sebagai berikut ini :

Pada Masa Abu Bakar
1.      Motivasi penulisannya adalah khawatir sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya beberapa penghafal Al-Qur’an pada Perang Yamamah.
2.       Abu Bakar melakukannya dengan mengumpulkan tulisan- tulisanAl-Qur’an yang terpencar- pencar pada pelepah kurma, tulang, dan sebagainya.
Pada Masa Utsman bin ‘Affan
1.      Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak perselisihan di dalam cara membaca Al-Qur’an (qira’at).
2.      Utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dan tujuh huruf yang dengannya Al- Quran turun.

E.     Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an setelah Masa Kholifah
Mushaf yang ditulis atas perintah ‘Utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidakmemadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu dan karena itu pula penyempurnaan mulai dilakukan. Dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu ‘Ubaidillah bin Ziyad (w.67 H) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w.95 H).

Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H. Ketika proses penyempurnaan naskah Al-Qur’an selesai dilakukan tercatat tiga nama orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf ‘Utsman, yaitu Abu Al-Aswad Ad-Dauli, Yahya bin Yamar, dan Nashr bin ‘Ashim Al-Laits. Adapun orang-orang yang pertama kali meletakkan hamzah, tasydid, Al-raum, dan Al-isymam adalah Al-Khalid bin Ahmad Al-Farahidi Al-Azdi yang diberi kunyah Abu Abdirrahman.

F.     Rasm Al-Qur’an
1.      Pengertian Rasm Al-Qur’an
Yang dimaksud dengan rasm Al-Qur’an atau rasm ‘Utsmani adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz-lafadznya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakannya, yang ditetapkan pada masa khalifah ‘Utsman bin Affan.


a.       Para ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu :
1.      Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf)
2.      Al-Jiyadah (penambahan),
3.      Al-Hamzah, salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelumnya.
4.      Badal(penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan
5.      Washal dan Fashal (penyambungan dan pemisahan)
6.      Kata yang Dapat dibaca dua bunyi

b.      Pendapat para Ulama Sekitar Rasm Al-Qur’an
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai status rasm Al-Qur’an (tata cara penulisan Al-Qur’an) :
1.      Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani itu bersifat tauqifi, yakni bukan produk budaya manusia yang wajib diikuti siapa saja ketika menulis Al-Qur’an.mereka juga memandang bahwa rasm ‘Utsmani memiliki rahasia-rahasia yang sekaligus memperlihatkan makna-makna yang tersembunyi.
2.      Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rasm ‘Utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan (ishthilahi) yang disetujui “Utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti daan ditaati siapapun yang menulis Al-Qur’an.
3.      Sebagian lagi dari mereka mberpendapat bahwa rasm ‘Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu untuk menulis Al-Qur’an yang nota-benenya berlainan dengan rasm “Utsmani.

Berkaitan dengan ketiga pendapat di atas, Al-Qaththan memilih pendapat kedua karena lebih memungkinkan untuk memelihara Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian hurufnya. Seandainya setiap masa diperbolehkan menulis Al-Qur’an sesuai dengan tren tulisan pada masanya,menurutnya, perubahan tulisan Al-Qur’an terbuka lebar pada setiap masa. Padahal, setiap kurun dan waktu memiliki tren tulisan yang berbeda-beda.


BAB IV
KESIMPULAN

A.    KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara berangsur-angsur. Ketikan wahyu turun, Nabi selalu menyuruh para sekretarisnya untuk menulisnya baik di daun-daun, pelepah kurma, tulang-tulang dan lain sebagainya. Setelah Nabi wafat, Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit dan kawan-kawannya agar mengumpulkan suhuf-suhuf Al-Qur’an untuk dijadikan sebuah mushaf. Dan pada masa Usman bin Affan mushaf itu disalin atau diperbanyak dan diletakkan di beberap pusat kota kekuasaan Islam untuk mempersatukan lahjah (logat) umat islam dalam membaca Al-Qur’an.


DAFTAR PUSTAKA

DR. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2008
Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Drs. H. Kahar Mashyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
http://superiandriyan.blogspot.com/2013/02/makalah-sejarah-turunnya-al-quran_12.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar