BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Banyak sekali
berbagai pendapat mengenai Al-Qur’an baik dari pengertian, perkembangan serta
penulisan Al-Qur’an. Selain itu juga, masih banyak dari kalangan orang muslim
yang belum mengerti dan paham mengenai Al-Qur’an. Maka dari itu beberapa ahli
membuat suatu kesepakatan mengenai ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al-Qur’an
yang dinamakan dengan Ulumul Quran.
Dari segi turunnya
Al-Qur’an dan penulisan Al-Qur’an terdapat pula beberapa perbedaan pendapat
para ahli. Adapun perbedaan itu dari segi pengertian Al-Qur’an, sejarah
turunnya Al-Qur’an, penulisan serta rasm Al-Qur’an dan sebagainya. Untuk lebih
jelasnya, maka akan diuraikan pada bab berikutnya.
B.
Pembatasam Masalah
Dalam pembuatan
makalah tentang Ulumul Quran ini, penulis membatasi masalah yang akan dibahas
yaitu mengenai Sejarah Turunnya Alquran dan Penulisan Alquran.
C.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an?
2. Apa hikmah dari diwahyukannya Al-Qur’an?
3. Bagaimanakah proses penulisan Al-Qur’an pada masa
Nabi?
4. Bagaimanakah proses penulisan Al-Qur’an pada masa
Khulafa’urasyidin?
5. Bagaimanakah proses penyempurnaan Al-Qur’an setelah
masa khalifah?
6. Apa yang dimaksud dengan rasm Al-Qur’an?
7. Bagaimanakah pendapat beberapa ahli mengenai rasm
Al-Qur’an?
D.
Tujuan Penulisan
Makalah Sejarah
Turunnya Al-Qur’an dan Penulisan Al-Qur’an ini ditulis dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Study Al-Qur’an, serta sebagai bahan
untuk mengetahui:
1. Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an
2. Hikmah dari diwahyukannya Al-Qur’an
3. Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an pada masa
Nabi
4. Bagaimana proses penulisan Al-Qur’an pada masa
Khulafa’urasyidin
5. Bagaimana proses penyempurnaan Al-Qur’an setelah
masa khalifah
6. Apa yang dimaksud dengan rasm Al-Qur’an
7. Bagaimana pendapat beberapa ahli mengenai rasm Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an secara
etimologi merupakan bentuk mashdar (Verbal noun) yang diartikan sebagai isim
maf’ul yaitu Maqru’ berarti “yang dibaca”. Ada pendapat lain yang mengatakan
bahwa kata Qur’an adalah kata sifat dari Alqur’ berarti “mengumpulkan”
(Al-jam’), atau Musytaq dari Alqara’in atau qarana.
Sedangkan menurut
terminologi Al-Qur’an adalah “Kalam Allah yang diturunkan kepada nabi-Nya,
Muhammad, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai
ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai
dari awal surat Al-Fatihah dan diakhiri surat An-Nas.
B.
Hikmah Diwahyukannya Al-Qur’an Secara
Berangsur-angsur
Al-Qur’an
diturunkan dalam tempo 22 tahun 2 bulan 22 hari, yaitu mulai malam 17 Ramadhan
tahun 41 dari kelahiran Nabi, sampai 9 Djulhijjah haji Wada’ tahun 63 dari
kelahiran Nabi atau tahun 10 H.
Menurut Al-Zarqani
dalam manahil Al-Irfan berpendapat bahwa proses turunnya Al-Qur’an terdiri atas
tiga tahapan:
1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah Ke
Lauh Al-Mahfuzh, yaitu suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala
ketentuan dan kepastian Allah, Q.S. Al-buruj ayat 21-22.
“Bahkan yang didustakan mereka ialah
Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh” (QS.Al-Buruj :
21-22).
2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait
Al-Izzah( tampat yang berada di langit dunia), sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Qadar ayat 1.
”Sesungguhnya Kami telah menurunkan-nya
(Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”
3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam
hati Nabi dengan jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Hal ini
diisyaratjkan dalam Q.S. Asy-Syuaro ayat 193-195:
“Dia dibawa turun oleh ar-ruh al-Amin
(Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang diantara
orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas”.
Masa turunnya
Al-Qur’an dapat dibagi ke dalam dua periode. Perode pertama disebut periode
makiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih bermukim di
Mekah, yaitu 12 tahun 5 bulan 13 hari yaitu dari 17 Ramadhan tahun 41 dari
kelahiran Nabi. Perode kedua disebut periode Madaniyah, yaitu ayat-ayat yang
diturunkan ketika Nabi Muhammad hijrah ke Madinah yaitu selama 9 tahun 9 bulan
9 hari, yakni dari permulaan Rabiul awal tahun 54 dari kelahiran Nabi sampai 9
Djulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi. Hal ini menandakan bahwa Al-Qur’an
mempunyai hubungan dialektis dengan situasi dan tempat dimana ia diturunkan.
Turunnya Al-Qur’an
secara berangsur-angsur mempunyai hikmah dan faedah yang besar sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Furqon ayat 32.
Di samping itu
masih banyak pula hikmah yang terkandung dalam hal diturunkannya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur sebagai berikut:
1. Untuk meneguhakan hati Nabi Muhammad SAW Mengingat
watak keras masyarakat yamg dihadapi Nabi, maka dengan turunnya Al-Qur’an
secara berangsur-angsur akan memperkuat hati Nabi.
2. Sebagai Mukjizat Mengingat banyaknya tantangan
yang dihadapi Nabi dari kaumnya baik dari pertanyaan yang memojokkan. Turunnya
wahyu yang berangsur-angsur itu tidak saja menjawab pertanyaan itu bahkan
menantang mereka untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an.
3. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-Qur’an. Sekiranya Al-Qur’an turun sekaligus tentu
sulit untuk memahami dan menghafal isinya.
4. Untuk menerapkan hukum secara bertahap.
5. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an adalah bukan
rekayasa Nabi Muhammad atau manusia biasa. Meskipun rangkaian ayatnya turun
selama 23 tahun tetapi sistematika dan kandungannya tetap konsisten.
C.
Penulisan Al-Qur’an pada Masa Nabi
Pada masa nabi,
kedatangan wahyu tidak saja di ekspresikan dalam bentuk hafalan tetapi juga
dalam bentuk tulisan, nabi memiliki sekretaris pribadi yang khusus bertugas
mencatat wahyu. Mereka adalah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Afan, Ali
bin Abi tholib, Abban bin sa’id, Khalid bin Al-walid, dan Muawiyyah bin Abi
Sufyan. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu,
pelepah kurma, tulang belulang, dan batu.
Kegiatan tulis
menulis Al-Qur’an tadi didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Muslim:
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang
berasal dariku, kecuali Al-Qur’an. Barangsiapa telah menulis dariku selain al-Qur’an,
hendaklah ia menghapusnya” (HR. Muslim).
Diantara faktor
yang mendorong penulisan Al-Qur’an pada masa nabi adalah :
1. Mem-back up hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi
dan para sahabatnya
2. Mempresentasikan wahyu dengan cara paling sempurna
D.
Penulisan Al-Qur’an pada Masa Khulafa Al-Rasyidin
1.
Pada masa Abu Bakar As-siddiq
Pada dasarnya,
seluruh Al-Qur’an sudah ditulis pada waktu Nabi masih ada. Hanya saja, pada
saat itu surat-surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Dan
orang yang pertama kali menyusunnya dalam suatu mushaf adalah Abu Bakar
As-Siddiq. Usaha pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah
perang yamamah pada tahun 12 H.
Karena khawatir
kelestarian Al-Qur’an hilang, Zaid bin Tsabit salah seorang sekretaris Nabi
yang muda dan pintar ditugaskan untuk melacak kembali al-Qur’an. Dalam
melaksanakan tugasnya Zaid menetapkan kriteria yang ketat untuk setiap ayat
yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya berdasarkan hafalan,
tanpa didukungt tulisan.
Sikap kehati-hatian
Zaid dalam mengumpulkan Al-Qur’an atas dasar pesan Abu Bakar:
“Dudulah kalian di
pintu masjid. Siapa yang datang kepada kalian membawa catatan al-Qur’an dengan
dua saksi, maka catatlah”.
Riwayat yang
berkaitan juga dikeluarkan Ibn Abi Dawud melalui jalan Yahya bin Abdirrahman
bin Hatib yang menceritakan bahwa Umar berkata:
Artinya:
“siapa saja pernah mendengar beberapa saja ayat Al-Qur’an dari rasulullah, sampaikalah (kepada zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada subut, papan, dan pelepah kurma. Zaid tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua saksi.
“siapa saja pernah mendengar beberapa saja ayat Al-Qur’an dari rasulullah, sampaikalah (kepada zaid). Dan (pada waktu itu) para sahabat telah menulisnya pada subut, papan, dan pelepah kurma. Zaid tidak menerima laporan ayat dari siapa pun sebelum diperkuat dua saksi.
Di dalam menerangkan pengertian “dua
saksi” riwayat ini, perlu disimak pendapat Ibn Hajar. Menurut tokoh hadis
kenamaan ini, syahidain (dua saksi) di sini tidak harus keduanya dalam bentuk
hapalan, atau keduanya dalam bentuk tulisan. Sahabat tertentu yang membawa ayat
tertentu dapat diterima bila ayat yang disodorkan didukung dua hapalan dan atau
tulisan sahabat lainnya. Demikian juga, suatu hapalan ayat tertentu yang dibawa
oleh sahabat tertentu baru bisa diterima bila dikuatkan oleh dua catatan dan
atau hapalan sahabat lainnya.
Pemahaman Ibn Hajar tentang syahidain
sedikit berbeda dengan apa yang ditangkap As-Sakhawi (w. 643 H.). Asy-Syakhawi
memandang bahwa syahidain artinya catatan sahabat tertentu mengenai ayat
tertentu. Ayat tertentu yang disodorkan sahabat dapat diterima jika memiliki
dua saksi yang memberikan kesaksamaan bahwa catatan itu memang ditulis di
hadapan Nabi.
Pekerjaan yang dibebankan pada pundak
Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun
13 H. Setelah Abu Bakar wafat, suhuf-suhuf Al-Qur’an itu disimpan Khalifah Umar
dan ketika Umar wafat, mushaf itu disimpan Hafsa, bukan oleh Utsman bin Afan.
2.
Pada masa Utsman bin Afan
Selama pengiriman
ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbaijan, perselisihan tentang bacaan Al-Qur’an
muncul di kalangan tentara-tentara muslim, yang sebagian direktut dari siria
dan sebagian lain dari Irak. Perselisihan ini cukup serius sehingga Khudzaifah
melaporkannya kepada khalifah Utsman (644-656) dan mendesaknya agar mengambil
langkah guna mengakhiri perbedaan tersebut. Khalifah berembuk dengan para
sahabat senior Nabi, dan akhirnya menugaskan Zaid bin Tsabit “mengumpulkan”
Al-Qu’ran. Bersama Zaid, ikut bergabung tiga anggota yaitu: Abdullah bin
Zubair, Sa’id bin Al-‘Ash, dan Abd Ar-Rahman bin Al-Harits.
Satu prinsip yang
mereka ikuti dalam menjalankan tugas ini adalah bahwa dalam kasus kesulitan
bacaan, dialek Quraisy suku dari mana Nabi berasal- harus dijadikan pilihan.
Dengan demikian, suatu naskah otoritatif (absah) Al-Qur’an, yang sering juga
disebut mushaf ‘Utsmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinannya dibuat dan
dibagikan ke pusat- pusat utama daerah Islam.
‘Utsman memutuskan
agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memenuhi persyaratan
berikut:
a) Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis
berdasarkan riwayat ahad,
b) Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat
tersebut tidak diyakini dibaca kembali dihadapan Nabi pada saat-saat terakhir,
c) Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal
sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang susunan suratnya berbeda
dengan mushaf ‘Utsmani,
d) Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu
mencakupi qira’at yang berbeda sesuai dengan lafadz-lafadz Al-Qur’an ketika
turun,
e) Semua yang bukan termasuk Al-Qur’an dihilangkan.
Perbedaan penulisan
Al-Qur’an pada masa Abu Bakar dan pada masa Utsman adalah sebagai berikut ini :
Pada Masa Abu Bakar
1. Motivasi penulisannya adalah khawatir sirnanya
Al-Qur’an dengan syahidnya beberapa penghafal Al-Qur’an pada Perang Yamamah.
2. Abu Bakar
melakukannya dengan mengumpulkan tulisan- tulisanAl-Qur’an yang terpencar-
pencar pada pelepah kurma, tulang, dan sebagainya.
Pada Masa Utsman bin ‘Affan
1. Motivasi penulisannya karena terjadinya banyak
perselisihan di dalam cara membaca Al-Qur’an (qira’at).
2. Utsman melakukannya dengan menyederhanakan tulisan
mushaf pada satu huruf dan tujuh huruf yang dengannya Al- Quran turun.
E.
Penyempurnaan Penulisan Al-Qur’an setelah Masa
Kholifah
Mushaf yang ditulis
atas perintah ‘Utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat
dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik
(685-705), ketidakmemadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim
terkemuka saat itu dan karena itu pula penyempurnaan mulai dilakukan. Dua tokoh
yang berjasa dalam hal ini, yaitu ‘Ubaidillah bin Ziyad (w.67 H) dan Hajjaj bin
Yusuf Ats-Tsaqafi (w.95 H).
Upaya penyempurnaan
itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap
generasi sampai abad III H. Ketika proses penyempurnaan naskah Al-Qur’an
selesai dilakukan tercatat tiga nama orang yang pertama kali meletakkan tanda
titik pada mushaf ‘Utsman, yaitu Abu Al-Aswad Ad-Dauli, Yahya bin Yamar, dan
Nashr bin ‘Ashim Al-Laits. Adapun orang-orang yang pertama kali meletakkan
hamzah, tasydid, Al-raum, dan Al-isymam adalah Al-Khalid bin Ahmad Al-Farahidi
Al-Azdi yang diberi kunyah Abu Abdirrahman.
F.
Rasm Al-Qur’an
1. Pengertian
Rasm Al-Qur’an
Yang dimaksud dengan rasm Al-Qur’an
atau rasm ‘Utsmani adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan mushaf Al-Qur’an
yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafadz-lafadznya maupun
bentuk-bentuk huruf yang digunakannya, yang ditetapkan pada masa khalifah
‘Utsman bin Affan.
a. Para ulama meringkas kaidah-kaidah itu menjadi
enam istilah, yaitu :
1. Al-Hadzf (membuang, menghilangkan, atau meniadakan
huruf)
2. Al-Jiyadah (penambahan),
3. Al-Hamzah, salah satu kaidahnya bahwa apabila
hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelumnya.
4. Badal(penggantian), seperti alif ditulis dengan
wawu sebagai penghormatan
5. Washal dan Fashal (penyambungan dan pemisahan)
6. Kata yang Dapat dibaca dua bunyi
b. Pendapat para Ulama Sekitar Rasm Al-Qur’an
Para ulama telah
berbeda pendapat mengenai status rasm Al-Qur’an (tata cara penulisan Al-Qur’an)
:
1. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm
‘Utsmani itu bersifat tauqifi, yakni bukan produk budaya manusia yang wajib
diikuti siapa saja ketika menulis Al-Qur’an.mereka juga memandang bahwa rasm
‘Utsmani memiliki rahasia-rahasia yang sekaligus memperlihatkan makna-makna
yang tersembunyi.
2. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rasm
‘Utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan cara penulisan
(ishthilahi) yang disetujui “Utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti
daan ditaati siapapun yang menulis Al-Qur’an.
3. Sebagian lagi dari mereka mberpendapat bahwa rasm
‘Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan untuk menyalahinya tatkala suatu
generasi sepakat menggunakan cara tertentu untuk menulis Al-Qur’an yang
nota-benenya berlainan dengan rasm “Utsmani.
Berkaitan dengan
ketiga pendapat di atas, Al-Qaththan memilih pendapat kedua karena lebih
memungkinkan untuk memelihara Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian
hurufnya. Seandainya setiap masa diperbolehkan menulis Al-Qur’an sesuai dengan
tren tulisan pada masanya,menurutnya, perubahan tulisan Al-Qur’an terbuka lebar
pada setiap masa. Padahal, setiap kurun dan waktu memiliki tren tulisan yang
berbeda-beda.
BAB IV
KESIMPULAN
A.
KESIMPULAN
Al-Qur’an adalah firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan cara berangsur-angsur. Ketikan wahyu
turun, Nabi selalu menyuruh para sekretarisnya untuk menulisnya baik di
daun-daun, pelepah kurma, tulang-tulang dan lain sebagainya. Setelah Nabi
wafat, Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit dan kawan-kawannya agar
mengumpulkan suhuf-suhuf Al-Qur’an untuk dijadikan sebuah mushaf. Dan pada masa
Usman bin Affan mushaf itu disalin atau diperbanyak dan diletakkan di beberap
pusat kota kekuasaan Islam untuk mempersatukan lahjah (logat) umat islam dalam
membaca Al-Qur’an.
DAFTAR
PUSTAKA
DR. Rosihon Anwar,
M.Ag, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 2008
Prof. Dr. Muhammad
Ali Ash-Shaabuuniy, studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1999.
Drs. H. Kahar
Mashyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
http://superiandriyan.blogspot.com/2013/02/makalah-sejarah-turunnya-al-quran_12.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar