Sabtu, 16 Februari 2013

puisi tentang hatiku, terpisahkan jarak dan waktu


puisi tentang hatiku, terpisahkan jarak dan waktu


mencoba 'tuk lepaskan beban
kutulis sebait puisi tentang kerinduan
terpendam di batas jarak yg memisahkan
terkurung di antara dua waktu
jujur, ingin aku bertemu denganmu...

kucoba 'tuk lukiskan bayang
seraut wajah yg selalu kurindukan
ohh, hati rindu sekian waktu lamanya
hanya hati, setia pada cinta di jiwa
kan membawa ini jadi selamanya
sampai saat Tuhan mempertemukan kita...

di awan ingin kugoreskan imaji
dan bisikkan,
ku kan setia menunggu
walau selamanya menunggu...
aku hanya ingin bertemu
'tuk ungkapkan kerinduan ini padamu...

Rabu, 13 Februari 2013

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi merupakan hal terpenting dalam pelaksanaan kemerdekaan Indonesia. Pancasila dirumuskan oleh para pendiri Negara untuk menjadi dasar Negara Indonesia. Setiap bangsa perlu memiliki ideologi bangsa dan Indonesia berbentuk pancasila. Undang-undang dasar Negara adalah peraturan perundang-undangan Negara yang tertinggi tingkatnya dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara yang tertulis.[1] Dan proklamasi merupakan puncak dari perjuangan bangsa untuk merdeka karena proklamasi adalah penegasan kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu kita penulis membahas hal ini. Karena pentingnya Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi untuk diketahui proses dan hubungan antara ketiganya.

B.     RUMUSAN MASALAH
·         Bagaimana proses perumusan dan pengesahan Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi ?
·         Bagaimana hubungan antara Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi ?

C.     TUJUAN PEMBAHASAN
·         Untuk mengetahui bagaimana proses perumusan dan pengesahan Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi.
·         Untuk megetahui hubungan antara Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN DAN FUNGSI PANCASILA, UUD 1945 DAN PROKLAMASI
1)      Pancasila
Istilah pancasila berasal dari bahasa sansekerta yang memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : “panca” artinya lima, “syila” vocal i pendek artimya batu sendi, alas, atau dasar, “syiila”, vocal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”.
Jadi secara etimologis “pancasila” yang dimaksudkan adalah istiilah “pancasyila” dengan vocal I pendek memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsur”. Adapun istilah “panca syiila” dengan huruf dewanagari I bermakna lima aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437)
Pancasila memiliki fungsi antara lain:
·         sebagai dasar Negara
·         sebagai ideologi bangsa
·         sebagai pemersatu bangsa
·         sebagai identitas Negara
2)      UUD 1945
Undang-undang dasar adalah peraturan perundang-undangan Negara yang tertinggi tingkatnya dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara yang tertulis. Undang-undang dasar harus memuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur hal-hal berikut:
·         Bentuk Negara dan organisasinya
·         Susunan pengangkatan dan wewenang pemerintah dalam arti luas: badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif, pemilihan dan sistemnya
·         Hak-hak fundamental warganegara dan badan-badan hukum termasuk bidang politik
·         Dan lain-lain yang bersifat mendasar.
3)      Proklamasi
Proklamasi yaitu Peristiwa diumumkannya kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Fungsi proklamasi :
·         Proses pelaksanaan kemerdekaan Indonesia
·         Mengumumkan kemerdekaan indonesia pada dunia

B.     PROSES PERUMUSAN DAN PENGSAHAN PANCASILA, UUD 1945
1)      Sidang BPUPKI pertama
Sidang BPUPKI pertama dilaksanakan empat hari berturut-turut, yang tampil berpidato untuk menyampaikan usulannya antara lain :
·         Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar Negara Indonesia sebagai berikut : 1. Peri kebangsaan, 2. Peri kemanusiaan, 3. Peri ketuhanan, 4. Peri kerakyatan (A. permusyawaratan, B. perwakilan, C. Kebijaksanaan) 5. Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial).
Selain itu beliau juga menyerahkan usulan tertulis tentang suatu rancangan sementara berisi rumusan UUD RI dan rancangan itu dimulai dengan pembukaan yang berisi sebagai berikut :
Untuk membentuk pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bengsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, menyuburkan hidup kekeluargaan, dan ikut serta mrlaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian  abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dlam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : ketuhanan yang maha esa, kebangsaan, persatuan Indonesia, dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab, permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkn keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pringgodigdo, A.G: 162)
·         Prof. Dr. Soepomo ( 31 Mei 1945)
Beliau mengemukaan teori-teori Negara sebagai berikut : 1. Teori Negara perseorangan (individualis) yaitu paham yang menyatakan bahwa Negara adalah masyarakat hukum yang disusun, atas kontrak antara seluruh individu(paham yang banyak terdapat di eropa dan amerika) 2. Paham Negara kelas (class theory) teori yang diajarkan oleh Marx, Engels dan lenn yang mengatakan bahwa Negara adalah alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindas klasse lain 3. Paham Negara integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muler, Hegel. Menurut paham ini Negara buknla unuk mejamin perseorangan atau golongan akan tetapi menjamin kepentingan masyrakat seluruhnya sebagi suatu persatuan
·         Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
Usulan dasar Negara oleh Ir. Soekarno di sampaikan dalam bentuk lisan. Beliau mengusulkan dasar Negara yang terdiri atas lima prinsip yang beliau beri nama pacasila atas saran teman beliau. Dan rumusannya sebagai berikut : 1. Nasionalisme (kebangsan Indonesia) 2. Internasionalisme (peri kemanusiaan) 3. Mufakat (demokrasi) 4. Kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan yang maha Esa (ketuhanan yang berkeudayaan). Kemudian menurut beliau pancasila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yang meliputi : 1. Sosio nasionalisme 2. Sosio demokrasi 3. Ketuhanan. Lalu beliau juga mengusulkan jika terlalu panjang dapat diperas lagi menjadi eka sila yang intinya adalah gotong-royong.
2)      Piagam Jakarta (22 juni 1945)
Pada tanggal 22 juni 1945 sembilan tokoh yang terdiri dari : Ir. Soekarno, Wachid Hasyim, Mr Muh. Yamin, Mr Maramis, Drs. Moh. Hatta, Mr. Soebardjo, Kyai Abdul Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan Haji Agus Salim yang juga tokoh Dokuriti Zyunbi Tioosakay mengadakan pertemuan untuk membahs pidto serta usul-usul mengenai dasar Negara yang telah dikemukakan dalam sidang Badan Penyelidik. Sembilan tokoh tersebut dikenal dengan “Panitia Sembilan” setelah mengadakan siding berhasil menyusun sebuah naskah piagam yag dikenal denga “Piagam Jakarta”.
Adapun rumusan pancasila yang termuat dalam Piagam Jakarta antara lain :
·      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya
·      Kemanusiaan yang adil dan beradab
·      Persatuan Indonesia
·      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
·      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
3)      Sidang BPUPKI ke-2 (10-16 juli1945)
Ada tambahan 6 anggota pada siding BPUPKI kedua ini. Selain itu Ir Soekarno juga melaporkan hasil pertemuan panitia Sembilan yang telah mencapai suatu hasil yang baik yaitu suatu modus atau persetujuan antara golongan Islam dengan golongan kebangsaan. Peretujuan tersebut tertuang dalam suatu rancangan Pembukaan hukum dasar, rancangan preambul Hukum dasar yang dipermaklumkan oleh panitia kecil Badan Penyelidik dalam rapat BPUPKI kedua tanggal 10 juli 1945. Panitia kecil badan penyelidik menyetujui sebulat-bulatnya rancangan preambule yang disusun oleh panitia Sembilan tersebut.
Dalam sidang ini istilah hukum dasar diganti dengan istilah Undang-Undang Dasar. Keputusan penting dalam rapat ini anara lain: tanggal 10 juli diambil keputusan tentang bentuk Negara. Dari 64 suara yang pro republik 55 orang yang meminta bentuk kerajaan 6 orang adapu bentuk lain dan blanko 1 orang. Tanggal 11 juli keputusan tentang luas wilayah Negara. Sebanyak 39 suara memilih daerah Hindia Belanda ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (borneo Inggris), Irian timur, Timor Portugis dan Pulau-pulau sekitanya.
Keputusan-kepuusan lain yaitu membentuk panitia perancangan Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membentuk panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta, dan juga membentuk panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno Tjokrosoejoso. Dan pada tanggal 14 Juli Badan Penyelidik bersidang lagi dan Panitia Perancanga Undang-Undang dasar yang diusulkan terdiri atas 3 bagian, yaitu: 1. Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan di muka dunia atas penjajahan Belanda 2. Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar Negara Pancasila dan 3. Pasal-pasal UUD (Pringgodigdo, 1979: 169-170)
4)      Sidang PPKI pertama (18 Agustus 1945)
Sebelum sidang resmi dimulai dilakukan pertemuan untuk membahas beberapa perubahan yang berkaitan dengan rancangan naskah pembukan UUD 1945 yang pada saat itu disebut piagam Jakarta, terutama yang menyangkut sila pertama pancasila.
Dan sidang yang dihadiri 27 orang ini menghasilkan keputusan-keputusan sebagai berikut:
·         Mengesahkan UUD 1945 yang meliputi : 1. Setelah melakukan beberapa perubahan pada piagam Jakarta sehingga dihasilkan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 2. Menetapkan rancangan Hukum Dasar yang telah diterima dari Badan Penyelidik pada tanggal 17 Juli 1945, setelah mengalami beberapa perubahan karena berkaitan dengan perubahan piagam Jakarta, kemudian menjadi Undang-Undang Dasar 1945
·         Memilih Presiden (Ir. Soekarno) dan wakil presiden (Drs. Moh. Hatta)
·         Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai musyawarah darurat

C.     PROSES PERUMUSAN DAN PELAKSANAAN PROKLAMASI
Karena perbedan antara golongan tua dan golongan pemuda tentang hari pelaksanaan proklamasi kemerdekaan sehingga Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta diamankan oleh para pemuda ke Rengasdengklok agar tidak terpengaruh oleh jepang. Kelompok muda menginginkan dilakukannya proklamasi kemerdekaan secepatnya, tapi golongan tua menginginkan tanggal yang sesuai dengan yang diinginkan jepang. Setelah berapa lama berdiskusi di rengas dengklok golongan tua dan golongan pemuda setuju untuk proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta.
Untuk mempersiapkan proklamasi kemerdekaan itu pada tengah malam Soekarno-Hatta pergi ke rumah laksaman Maeda di sana telah berkumpul B.M. Diah, Bakri, Sayuti Melik, Dr. Buntaran, Mr. Iwakusuma Sumantri dan Anggota PPKi untuk merumuskan naskah Proklamasi. Setelah selesai dengan semua revisi, muncul permasalahan penandatanganan naskah proklamasi.  Setelah berdiskusi akhirnya diputuskan bahwa yang menandatangani naskah proklamasi adalah Ir. Soekarno dan Drs. Muh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Setelah selesai naskah proklamasi diketik oleh sayuti melik.
Dan akhirnya pada 17 Agustus 1945 di jalan pegangsaan timur pada hari jum’at legi, jam 10 pagi bung Karno didamping Bung Hatta membacakan naskah proklamasi yang berisi :
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan seksama dan dalam empo yang sesingkat-singkatnya.

                                                            Jakarta, 17 Agustus 1945


                                                            Atas Nama Bangsa Indonesia
                                                            Soekarno Hatta

D.    HUBUNGAN ANTARA PANCASILA, UUD1945 DAN  PROKLAMASI
Pancasila, UUD 1945 dan proklamasi merupakan satu kesatuan dasar Negara yang juga merupakan syarat membentuk suatu Negara. Adapun hubungan satu sama lain, sebagai berikut :
1)      Hubungan Antara Pancasila dan UUD 1945
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bersama dengan Undang-Undang dasar 1945 diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7, ditetapkan  oleh PPKI tanggal 18 agustus 1945. Inti pembukaan pada hakikatnya terdapat pada Alenia ke empat sebab segala aspek penyelenggaraan Negara yang berdasarkan pancasila terdapat pada alenia tersebut.
Oleh karena itu, dalam pembukaan inilah secara formal yuridis pancasila ditetapkan sebagai dasar filasafat Negara Republik Indonesia. Dengan dicantumkannya pancasila secara formal dalam pembukaan UUD 1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan bernegara adalah perpaduan keseluruhan asas yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas cultural, religious dan asas kenegaraan yang unsurnya terdapat pada pancasila.
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya pancasila secara formal dapat disimpulkan sbagai berikut :
·         Bahwa rumusan pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia adalah seperti tercantum dalam pembukaa UUD 1945 alenia IV.
·         Pembukaan UUD 1945 berdasarkan pengertian ilmiah merupakan Pokok Kidah Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu : sebagai dasarnya, Karena pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan factor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum Indonesia, dan sebagai memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum tertinggi
·         Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi, selain sebagai mukadimah dari UUD 1945 dalam kesaun yang tidak dapat dipisahkan juga berkedudukan sebagai suatu yan bereksistensi sendiri, yaitu hakikatnya pembukaan UUD 1945 yng intinya adlah pancasila sebagai sumber dari batang tubuh UUD 1945.
Secara kronologis mteri yang dibahas pertama oleh BPUPKI adaah dasar filasafat pancasila lalu pembukaan UUD 1945. Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum Indonesia bersumberkan pada pancasila, atau dengan kata lain pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal itu berarti secara material tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 
2)      Hubungan Antara UUD 1945 dengan Proklamasi
Sebagaimana telah ditetapkam dalam ketetapan MPRS/MPR, bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945. Kebersatuan antara proklamasi dengan pembukaan UUD 1945 dpat dijelaskan sebagai berikut :
·         Disebutkannya kembali pernyataan Proklamasi Kemerdekaan dalam alenia ketiga pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
·         Ditetapkannya pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 agustus 1945 bersama-sama dengan ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi tindak lanjut dari proklamasi
·         Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya adalah merupakan suatu pernyataan kemerdekaan yang lebih terinci dari adanya cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan dalam bentuk Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dengan berdasarkan asas kerokhanian Pancasila.
Berdasarkan sifat kesatuan antara pembukaan UUD 1945 dengan proklamasi, maka sifat hubungan antara pembukaan dengan Proklamasi adala sebagai berikut :
Pertama, memberikan ppenjelasan terhadap dilaksanakannya proklamasi pada tanggal 17 agustus 1945, yaitu menegakkan hak kodrat dan hak moral dari setiap bangsa akan kemerdeekaan, dan demi inilah maka bangsa Indonesia berjuang, terus menerus sampai bangsa Indonesia mencapai pintu gerbang kemerdekaan.
Kedua, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya proklamasi, yaitu bahwa perjuangan gigih bangsa Indonesia dalam menegakkan hak kodrat dan hak moral itu adalah sebagai gugatan dihadapan bangsa-bangsa didunia terhadap adanya penjajahan atas bangsa Indonesia, yang tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan.
Ketiga, memberikan pertanggung jawaban terhada dilaksanaknnya proklamasi, yaitu bahwa kemerdekaan bang sa Indonesia yang diperaoleh dari melalui perjuangan luhur, disusun dalam suaut undang-undang dasara Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara republic Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada pancasila. 




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Proses perumusan pancasila, UUD 1945, dan Proklamasi adalah tindakan perwujudan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan yang selama ini dilakukan bangsa Indonesia telah berbuah hasil dengan adanya berdirinya Negara republik Indonesia. Untuk mewujudkan suatu Negara diperlukan adanya dasar Negara dan hukum-hukum yang dirumuskan para pendiri Negara yang berbentuk pancasila, UUD 1945. Proses yang dilakukan dengan kerja keras para pendiri Negara kita pada sidang BPUPKI pertama, sidang BPUPKI ke-2 Piagam Jakarta dan sidang PPKI. Sedangkan proklamasi disusun dengn sesegera mungkin pada 16 Agustus 1945.
Hubungan antara pancasila, UUD 1945, dan Proklamasi sudah terlihat pada proses perumusan dan maknanya. Ketiganya merupakan syarat pembentukan Negara.

B.     SARAN
·         Kita harus menyadari pentingnya pancasila, UUD 1945, dan Proklamasi.
·         Pancasila yang merupakan iddeologi bangsa harus kita jaga







DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Kabul, Pendidikan Pancasila untuk PerguruanTtinggi. 2009 , Alfabeta : Bandung,
Kaelan, Pedidikan Pancasila, 2003, Paradigma : Yogyakarta
http://superiandriyan.blogspot.com/2013/02/makalah-pendidikan-pancasila.html

MAKALAH PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA


MAKALAH PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
BAB I

PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Indonesia semakin hari kualitasnya makin rendah. Berdasarkan Survey United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), terhadap kualitas pendidikan di Negara-negara berkembang di Asia Pacific, Indonesia menempati peringkat 10 dari 14 negara. Sedangkan untuk kualitas para guru, kulitasnya berada pada level 14 dari 14 negara berkembang.

Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah karena lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Kelemahan para pendidik kita, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Pendidikan seharusnya memperhatikan kebutuhan anak bukan malah memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam menuntut ilmu. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Itu harus dilakukan sebab pada dasarnya gaya berfikir anak tidak bisa diarahkan.

Selain kurang kreatifnya para pendidik dalam membimbing siswa, kurikulum yang sentralistik membuat potret pendidikan semakin buram. Kurikulum hanya didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Lebih parah lagi, pendidikan tidak mampu menghasilkan lulusan yang kreatif. Ini salahnya, kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah. Jadi, para lulusan hanya pintar cari kerja dan tidak pernah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, padahal lapangan pekerjaan yang tersedia terbatas. Kualitas pendidikan Indonesia sangat memprihatinkan. Berdasarkan analisa dari badan pendidikan dunia (UNESCO), kualitas para guru Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pacifik. Posisi tersebut menempatkan negeri agraris ini dibawah Vietnam yang negaranya baru merdeka beberapa tahun lalu. Sedangkan untuk kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Lemahnya input quality, kualitas guru kita ada diperingkat 14 dari 14 negara berkembang. Ini juga kesalahan negara yang tidak serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dari sinilah penulis mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai pendidikan di Indonesia dan segala dinamikanya.

B. Pembatasan Masalah

Dari uraian di atas dilihat begitu kompleksnya permasalahan dalam pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Penulis membatasi beberapa masalah dalam penulisan makalah dengan “Masalah-masalah mendasar pendidikan di Indonesia, Kualitas pendidikan di Indonesia, dan Solusi Pendidikan di Indonesia.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan

Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk mengetahui masalah-masalah apa saja yang terjadi pada pendidikan di Indoensia yang dillihat dari kualitas pendidikannya semakin hari semakin menurun.

2. Manfaat

Dari penulisan ini diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan pengetahuan serta wawasan penulis kepada pembaca tentang keadaan pendidikan sekarang ini sehingga kita dapat mencari solusinya secara bersama agar pendidikan di masa yang akan dapat meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang diberikan.

BAB II

LANDASAN TEORI

Sebelum kita membahas mengenai permasalahan-permasalahan pendidikan di Indonesia, sebaiknya kita melihat definisi dari pendidikan itu sendiri terlebih dahulu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara mendidik.

Ki Hajar Dewantara, sebagai Tokoh Pendidikan Nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidkan nasional yang progresif untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang merumuskan pengertian pendidikan sebagai berikut :

Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya (Ki Hajar Dewantara, 1977:14)
Dari etimologi dan analisis pengertian pendidikan di atas, secara singkat pendidikan dapat dirumuskan sebagai tuntunan pertumbuhan manusia sejak lahir hingga tercapai kedewasaan jasmani dan rohani, dalam interaksi dengan alam dan lingkungan masyarakatnya.

Pendidikan merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan. Karena merupakan subyek di dalam pendidikan, maka dituntut suatu tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung jawab.

Hasil dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek perkembangan jasmani dan rohani juga.

Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar tradisinya.


BAB III

PEMABAHASAN



A. Masalah Mendasar Pendidikan di Indonesia

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru.

Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi sangat relevan untuk direnungkan.

B. Kualitas Pendidikan di Indonesia

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :

- Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga dengan baik.

- Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.


2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Kendati secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa, angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12. Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang, sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.

Bila diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).

Hal itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman budi pekerti kepada para siswanya.

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.

4. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Selain itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75.

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000, sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Privatisasi atau semakin melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40 persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan. Akibatnya, sektor yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN (www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu, misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Seperti halnya perusahaan, sekolah dibebaskan mencari modal untuk diinvestasikan dalam operasional pendidikan. Koordinator LSM Education Network for Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika, 10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah melegitimasi komersialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu. Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara yang kaya dan miskin.

Hal senada dituturkan pengamat ekonomi Revrisond Bawsir. Menurut dia, privatisasi pendidikan merupakan agenda Kapitalisme global yang telah dirancang sejak lama oleh negara-negara donor lewat Bank Dunia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi pendidikan. Semua satuan pendidikan kelak akan menjadi badan hukum pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.

Bagi masyarakat tertentu, beberapa PTN yang sekarang berubah status menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) itu menjadi momok. Jika alasannya bahwa pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya berlaku di Indonesia. Di Jerman, Prancis, Belanda, dan di beberapa negara berkembang lainnya, banyak perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah. Bahkan beberapa negara ada yang menggratiskan biaya pendidikan.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk cuci tangan.


C. Solusi Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:

- Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

- Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.







BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA
http://superiandriyan.blogspot.com/2013/02/makalah-permasalahan-pendidikan-di.html

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA “BERBAGAI PENYELEWENGAN TERHADAP PANCASILA”


MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA “BERBAGAI PENYELEWENGAN TERHADAP PANCASILA”


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan landasan dan dasar Negara Indonesia yang mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam pemerintahan Indonesia masih banyak bahkan sangat banyak anggota-anggotannya dan juga system pemerintahannya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika membahas Negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingsan kita meninjau dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila, Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk Negara Rwpublik Indonesia.
Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng dari nilai-nilai Pancasila. Pembentukan karakter bangsa dilihat dari system ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideology bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyah penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistrem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya sendiri.
Dalam makalah ini, akan lebih dijelaskan penyelewengan anggota dewan yang terhormat terhadap pancasila yang sakti yaitu lebih mengacu pada sila ke-4 yang berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Fenomena ini memang sudah tidak bisa lagi disembunyikan oleh pemerintah. Anggota Dewan yang menyeleweng ini lebih kebanyakan mereka-mereka yang tidak peduli dengan keadaan rakyat sekarang dan lebih mengutamakan isi perutnya dan keluargannya saja.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
Pengertian Pancasila
Pancasila pada masa orde lama
Pancasila pada masa orde baru
Pancasila pada masa reformasi
Berbagai penyelewengan oleh pemimpin bangsa terhadap Pancasila
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui factual dan actual penyelewengan terhadap Pancasila yang sakti oleh pemimpin Negara kesatuan republik Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila
A. Pengertian Pancasila secara Etimologis
Menurut Muhammad Yamin, dalam bahasa Sangsekerta perkataan “Pancasila” memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu:
“Panca” artinya “Lima”
“syila” vokal i pendek artinya “batu sandi”, “alas”, atau “dasar”
“Syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”.
Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa Indonesia diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Panca Syila” dengan vokal i pendek yang memiliki makna leksikal “berbatu sandi lima” atau secara harafia “dasar yang memiliki lima unsur”.
Menurut ajaran Budha adalah merupakan lima aturan (larangan) yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa atau awam.
B. Pengertian Pancasila secara Historis
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang BPUPKI Ir. Soekarno berpidato secara lisan tanpa teks mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberi nama istilah dasar negara tersebut Soekarno memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari seorang temannya sebagai ahli bahasa.
Pada tanggal 17 agustus 1945 Indoseia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 agustus 1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana di dalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah istilah perkataan Pancasila telah menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah diebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang kemudian secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
C. Pengertian Pancasila secara Terminologis
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945 itu telah melahirkan negara Republik Indonesia. Untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana lazimnya negara-negara yang merdeka, maka Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) segera mengadakan sidang. Dalam sidangnya tanggal 18 agustus 1945 telah berhasil mengesahkan UUD negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945. Adapuun UUD 1945 tersebut terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal UUD 1945 yang berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan yang terdiri 4 pasal, dan 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.

2.2 Pancasila pada zaman orde lama
A.   Sejarah Perkembangan Pancasila pada Orde Lama
            Kedudukan pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah( nekolim, neokolonialisme ) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia. Namun sayangnya kehendak luhur tersebut dilakukan dengan menabrak dan mengingkari seluruh nilai-nilai dasar pancasila.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi terpipin. Setelah menetapakan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin.
Adapun yang dimaksud dengan demokrasi terpimpin oleh Soekarno adalah demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.
B.   Penyimpangan Pancasila pada masa orde lama
Penyimapangan-penyimpangan di era Orde Lama itu antara lain:
1. Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong. Hal ini dilakukan karena DPR menolak rancangan pendapaan dan belanja Negara yang diajukan pemerintah.
2. Pimpinan lembaga-lembaga Negara  diberi kedudukan  sebagai menteri-menteri Negara yang berarti menempatkannya sebagai pembantu presiden.
3. Kekuasaan presiden melebihi wewenang yang ditetapkan didalam UUD 1945. Hal ini terbukti dengan keluarnya beberapa presiden sebagai produk hukum yang setingkat dengan UUD tanpa prsetujuan DPR. Penetapan ini antara lain meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)  Penyederhanaan kehidupan partai-partai politik dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden nomer 7 than 1959
b)  Pembentukan Front Nasional dengan PEnetapan Presiden nomer 13 tahun 1959.
c) Pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota MPRS, DPA dan MA oleh presiden.
4  Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan rancangan undang-udang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
2.3  Pancasila pada masa Orde Baru
A.  Sejarah Perkembangan Pancasila pada Orde Baru
Orde baru muncul dengan tekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Semangat tersebut muncul berdasarkan pengalaman sejarah dari pemerintahan sebelumnya yang telah menyimpang dari Pancasila serta UUD 1945 demi kepentingan kekuasaan. Akan tetapi, yang terjadi sebenarnya adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada masa orde lama, yaitu Pancasila tetap pada posisinya sebagai alat pembenar rezim otoritarian baru di bawah Soeharto.
Seperti rezim otoriter pada umumnya lainnya, ideologi sangat diperlukan orde baru sebagai alat untuk membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Sehingga Pancasila oleh rezim orde baru kemudian ditafsirkan sedemikian rupa sehingga membenarkan dan memperkuat otoritarianisme negara. Maka dari itu Pancasila perlu disosialisasikan sebagai doktrin komprehensif dalam diri masyarakat Indonesia guna memberikan legitimasi atas segala tindakan pemerintah yang berkuasa. dalam diri masyarakat Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya upaya indroktinisasi tersebut dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari pengkultusan Pancasila sampai dengan Penataran P4.
B.  Penyimpangan Pancasila pada masa orde baru
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada demokrasi pancasila era Orde baru  antara lain :
a.       Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan tidak adil,
b.      Pengekangan kebebasan berpolitik bagi pegewai negri sipil (PNS),
c.       Kekuasaan kehakiman (yudikatif) yang tidak mandiri / tidak independen karena para       hakim adalah anggota PNS Departemen Kehakiman,
d.      Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat,
e.       Sistem kepartaian yang tidak otonomi dan berat sebelah,
f.       Maraknya praktik kolusi, korupsi dan nepotisme diberbagai bidang,
g.      Menteri-menteri dan gubernur diangkat menjadi anggota MPR,
h.      Organisasi sosial dipegang/dipangku oleh pejabat birokrasi.
2.4  Pancasila pada masa Reformasi
   A.  Pancasila di era Reformasi
Pemerintahan Indonesia telah berjalan dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu selama 66 tahun. Selama itu telah terdapat berbagai tantangan dan hambatan yang menghadang terhadap perjalanan negara ini. Ada sekian kasus yang dapat dilihat di dalam perjalanan bangsa ini.
Di antara yang penting adalah bagaimana bangsa ini secara tegas berhadapan dengan berbagai ideologi yang ingin masuk dan menggantikan ideologi yang sudah menjadi konsensus bersama. Pancasila dihadapkan dengan berbagai idologi lain, misalnya sosialisme-komunisme, kapitalisme-materialisme, Islamisme-fundamentalisme dan sebagainya.
Pancasila sesungguhnya adalah nafas bangsa Indonesia. Hal ini tentu saja disebabkan oleh peran Pancasila di dalam kehidupan bangsa ini. Pancasila menempati posisi yang sangat strategis di tengah kehidupsn bangsa Indonesia yang plural dan multikultural. Bisa dibayangkan seandainya kita sebagai bangsa kemudian tidak memiliki common platform yang sama untuk menjadi bangsa.
Seandainya bangsa ini tidak memiliki sinergi yang jelas antara satu dengan lainnya, yaitu harus ada nilai yang disepakati bersama, ada core nilai yang share di antara semua warga, dan tujuan bersama serta ada tindakan yang bisa dilakukan secara bersama-sama, maka bangsa ini tentu tidak ada. Makanya, kehadiran Pancasila di dalam kehidupan bangsa Indonesia tentu menjadi sesuatu yang sangat penting.
Falsafah bangsa ini memang perlu dikaji secara terus menerus. Jangan sampai sebsgaimana yang kita lihat dewasa ini. Salah satu kelemahan bangsa ini, terutama terkait dengan kepemimpinan adalah petubahan kepemimpinan di Indonesia adalah pemimpin baru selalu mengahibisi seluruh hal yang dikerjakan dan diimpikan oleh pemimpin sebelumnya. Ada keinginan untuk menbuat sejarahnya sendiri-sendiri, sehingga dirinyalah yang akan menjadi hero. Itulah sebabnya bangsa ini selalu berada di posisi awal dan tidak berada diposisi lanjutan.
Salah satunya adalah ketika Pancasila dikembangkan melalui program yang jelas, seperti penataran P4, maka program ini kemudian dihabisi oleh lainnya atau penerusnya, sebab program tersebut dilakukan oleh lawan politiknya, seakan bahwa yang dilakukan oleh pemerintahan yang lalu, adalah sesuatu yang salah dan jelek, sehingga harus dihapuskan.
Falsafah bangsa adalah falsafah hidup bangsa yang mencerminkan konsepsi yang menyeuruh dengan menempatkan haat dan martabat manusia sebgai fakyor yang sentral. Wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancsila secara kultural yang tertanam dalam hati sanubari, watak kepribadiannya yang dicerminkan di dalam tindakannya.
Bangsa ini memang harus belajar terhadap membangun kesinambungan perencanaan pembangunan dari negara lain. Belajar memahami mana yang salah untuk dibenarkan dan yang benar untuk dilanjutkan. Dari orde baru tentu ada juga yang baik adalah tentang pembudayaan Pancasila yang dilakukannya. Kemudian dipelajari bagaimana kelemahan dan kekuatannya dan bukan membuang semuanya ke dalam sampah.
Sebagai ideologi negara, Pancasila tentu merupakan nilai dasar bangsa yang tidak boleh dilepas begitu saja. Pancasila harus menjadi living ideology dan bukan hanya discourse ideology.
Di masa lalu kita telah memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara yang sudah dibangun berdasarkan konsepsi yang kuat, maka semestinya konsepsi itulah yang dikaji ulang dan diambil manfaatnya. Sementara itu hampir selama orde reformasi tidak didapatkan hakuan negara yang jelas. Dan semua di antara kita tahu, baru pada akhir-akhlir ini kemudian kita rumuskan kembali Kebijakan Strategis Nasional (jakstranas) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) bagi arah pembangunan di Indonesia.
Akan tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana mengawal JAKSTRANAS dan RPJP tersebut menjadi action yang didasari oleh semua pihak dan kemudian bisa mengubah masyarakat menjadi lebih sejahtera sebagai tujuan untuk hidup berbangsa.
B.  Penyimpangan Pancasila di era Reformasi
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada demokrasi era reformasi antara lain :
a. Sengketa politik dan berdampak pada ketidaktenangan dan ketidakpastian akan stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara,
b. Semakin banyaknya tindakan-tindakan yang merugikan masyarakat, seperti kasus korupsi  semakin marak,
c.  Semakin banyaknya tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia,
d.  kekerasan dan pelanggaran hak azasi manusia semakin terbuka,
e. Kemerosotan atau menurunnya pendidikan moral bangsa Indonesia, hal tersebut dikarenakan kebebasan dibuka lebar tanpa mengimbangi dengan adanya pengawasan.
2.5  Berbagai penyelewengan oleh pemimpin bangsa terhadap Pancasila
A. Korupsi oleh Pemimpin Rakyat
Sejauh ini, sudah lebih dari 40 anggota DPR di hukum atas kasus korupsi. Daftar panjang pencoleng duit rakyat ini dipastikan terus bertambah jika melihat sejumlah nama wakil rakyat yang terhormat itu disebut dalam pengadilan tipikor.
Dalam persidangan eks Wakil Direktur Keuangan Grup Permai Yulianis saat bersaksi untuk Angelina Sondakh di pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/10), terkuak sejumlah nama anggota DPR yang melakukan korupsi.
Selain menyebut Angelina Sondakh dan Wayan Koster selaku anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR sebagai pemain proyek pengadaan sarana dan prasarana olahraga di Kemepora serta proyek di Kemdiknas untuk 12 universitas yang dimainkan bersama Grup Permai milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang juga mantan anggota DPR M Nazaruddin, Yulianis juga menyebut nama Aziz Syamsuddin (Golkar), Abdul Kadir Karding (PKB), Olly Dondokambey (PDIP) dan Zulkarnaen Djabar (Golkar) yang sudah ditetapkan dalam korupsi pengadaan Al Quran.
”Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin untuk proyek di kejaksaaan. Kemenag ada Zulkarnain, Karding, Olly Dondokambey. Untuk Kemenkes orang PKS, siapa tuh namanya saya lupa. Intinya, pemenang proyek sudah diseting dari awal,” ujar Yulianis dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/10).
Berikut nama anggota DPR lainnya yang sudah bolak-balik ke KPK. Diantaranya, anggota Komisi III DPR Saan Mustopa (Demokrat) yang sudah diperiksa terkait korupsi Hambalang dan PLTS di Kemenakertrans, anggota Banggar DPR Tamsil Linrung (PKS) dan Wakil Ketua DPR Anis Matta (PKS) yang disebut-sebut tersangka kasus dana PPID Wa Ode Nurhayati ikut berperan dalam permainan anggaran pembangunan daerah tertinggal itu.
Selanjutnya, anggota DPR Dapil Jambi As’ad Syam (Demokrat) tersangkut perkara korupsi pembangunan pembangkit listrik tenaga diesel Sungai Bahar senilai Rp 4,5 miliar saat menjabat Bupati Muaro Jambi, anggota DPR Dapil Kaltim Yusran Aspar (Demokrat) tersandung korupsi biaya pembebasan tanah kompleks perumahan PNS senilai Rp 6,3 miliar semasa menjabat Bupati Panajam Pser Utara, Kalimantan Timur, anggota DPR Dapil Sumut II Amrun Daulay (Demokrat) tersangka dugaan korupsi dalam pengadaan mesin jahit dan sapi impor senilai Rp 25 miliar saat menjabat Dirjen Bantuan Jaminan Sosial dan Departemen Sosial dan M Nazaruddin (Demokrat) tersangka kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang dengan nilai proyek Rp 191 miliar.
B. Pernikahan Siri yang dilakukan oleh Beberapa Wakil Rakyat
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Kabupaten Tasikmalaya Dadi Supriadi menilai, anggota DPRD bernama Deni Ramdhani Sagara telah melanggar kode etik DPRD. Hal itu sesuai hasil pemanggilan Deni oleh BK untuk mengklarifikasi permasalahan keluarganya yang telah mencuat ke publik, Kamis (13/12/2012) pagi sekitar pukul 09.00.
Pertemuan BK dengan Deni yang berlangsung selama setengah jam tersebut bertujuan untuk meminta keterangan dari Deni terkait permasalahan dengan istri sahnya, FW (33) asal Bantul, Yogyakarta. Pada Selasa (11/12/2012), FW yang tengah hamil delapan bulan bersama ketiga anak kecilnya dan ibunya melaporkan Deni ke BK.
“Kami belum memutuskan sanksi pelanggaran apa yang nanti akan diberikan kepada DRS. Baik ringan, sedang, dan beratnya belum ditentukan karena kami (BK) akan berembuk kembali pascapemanggilan DRS hari ini,” terangnya kepada wartawan saat dimintai keterangan terkait permasalahan DRS di ruang BK DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (13/12/2012) siang.
Namun, lanjut Dadi, pihaknya akan membahas dan menindaklanjuti masalah kode etik DPRD-nya saja. Terkait permasalahan hukum yang telah dilaporkan FW ke Polres Kota Tasikmalaya, akan diserahkan ke kepolisian.
“Kami hanya menindaklanjuti terkait pelanggaran kode etiknya. Ya, terkait nikah sirinya. Soalnya sebagai pejabat publik itu sudah tidak patut dan melanggar kode etik,” kata Dadi.
Dadi menambahkan, sanksi pelanggaran atas kode etik terdapat beberapa tahap, yaitu teguran lisan, tertulis, dan pemberhentian. “Pemberhentian itu ada dua kategori, yaitu pemberhentian dari pimpinan alat kelengkapan dan pemberhentian keanggotaan. Untuk langkah pertama dengan pemanggilan, kami sudah melakukan teguran secara lisan,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, satu anggota DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Deni Ramdhani Sagara, dilaporkan istri sahnya, FW (33), karena diduga telah menelantarkannya dan lebih membela istri sirinya. Bahkan, saat FW dan ketiga anaknya datang ke rumah suaminya di Indihiang, Tasikmalaya, sempat ditolak masuk oleh suaminya dan disuruh istri siri suaminya untuk menginap di hotel. FW bersama ketiga anak dan ibunya pun melaporkan suaminya itu ke SPK Polres Tasikmalaya, Selasa (11/12/2012) siang.\
C. Berita Perselingkuhan Wakil Rakyat
Skandal perempuan kembali menerpa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Seorang anggota DPR berinisial H dilaporkan ke Badan Kehormatan (BK) DPR, karena memiliki wanita idaman lain (WIL). Saat ditelusuri, H ini ternyata Herman Khaeron, ketua DPP Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR.
Sedang pihak yang melaporkan seorang wanita berinisial Z, yang disebut-sebut selingkuhan Herman. Informasi yang dihimpun, Senin (7/11), Z nekat melapor ke BK karena merasa dibohongi Herman, yakni tidak memenuhi janji untuk menikahinya secara resmi. Sedang laporan itu dibuat pada 2 Agustus 2011. “Dia tak memenuhi janji dalam perkawinan. Saya juga tak lagi dinafkahi,” katanya seperti dilansir inilah.com, Senin (7/11).
Sementara itu, Badan Kehormatan DPR mengakui ada laporan yang masuk mengenai perselingkuhan. “Memang ada yang mengadu bahwa ada seorang anggota DPR yang sudah punya (istri) sah tapi mengingkarinya (selingkuh),” ujar Ketua BK DPR M Prakosa.
BK telah memanggil pihak-pihak terkait seperti pelapor, terlapor dan saksi-saksi. “Sudah kita undang pengadunya dan minta keterangan si teradu dan pengadu. Ada saksi,” terangnya. Informasinya, Herman dipanggil BK DPR awal Oktober 2011.
Hanya saja, Prakosa enggan membeber identas anggota DPR yang dilaporkan. “Memang ada pengaduan terkait amoral, tapi namanya tak bisa kita sampaikan ke publik,” tutur politisi PDIP ini.
Terpisah, Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron membantah berselingkuh dengan wanita berinisial Z. Ia menegaskan munculnya isu perselingkuhannya itu bernuansa politis. “Itu untuk menyebar fitnah, ada yang ingin menjatuhkan nama baik saya,” tandasnya saat dikonfirmasi, kemarin.
Menurutnya, isu ini sudah kadalwarsa. Munculnya kembali isu perselingkuhan ini diduga memiliki muatan politik yang sangat kuat. “Ini disetir oleh pihak-pihak tertentu. Ini karena saya pikir persoalan persaingan di DPD Demokrat Jawa Barat. Karena saya di belakang salah satu calon,” ungkap Herman.
Herman berujar, dirinya tidak ingin berpolemik dalam persoalan ini. Apalagi, apa yang terjadi sekarang ini adalah tidak benar. “Saya tidak mau sebenarnya berpolemik dengan masalah ini. Dulu orang ingin menjatuhkan saya juga seperti ini,” papar dia.
D. Anggota Dewan yang Bertengkar di Depan Publik
            Dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kediri terlibat pertengkaran saat melakukan dialog dengan pengunjukrasa. Ironisnya pertengkaran yang dipicu rebutan omong itu justru dilerai oleh pengunjukrasa.
Pertengkaran ala Ruhut Sitompul versus Gayus Lumbuun ini diperankan oleh Mujiono dari Partai Hati Nurani Rakyat dengan Adrian Sayoga dari Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Saat menerima perwakilan pengunjukrasa yang mempertanyakan pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Gambiran II di gedung dewan, Mujiono yang ditunjuk sebagai ketua rapat bertengkar hebat dengan Adrian Sayoga selaku anggota Komisi A Bidang Hukum.
Pertengkaran itu terjadi saat Adrian Sayoga menjelaskan kronologis pembangunan rumah sakit seperti yang ditanyakan perwakilan massa Komunitas Peduli Kediri (KPK), Senin (22/2). Entah mengapa penjelasan Adrian melebar hingga proses rekrutmen calon pegawai negeri sipil yang ditengarai dipenuhi kecurangan, hingga memantik Mujiono untuk mengembalikan topik pembicaraan. “Mohon kembali ke topik awal kita tentang rumah sakit,” kata Mujiono yang memotong perkataan rekannya.
Merasa dipermalukan di depan pengunjukrasa, Adrian langsung menghujat Mujiono tidak becus memimpin rapat. “Di sini hak kita sama, jangan arogan,” kata Adrian. Pernyataan itu memancing emosi Mujiono yang balik menghardik, “Saya ini pimpinan sidang, saya yang berhak mengatur lalu lintas percakapan,” bentaknya.
Melihat pertengkaran kedua wakil rakyat tersebut, seketika ruang pertemuan menjadi hening. Para pengunjukrasa yang semula berebut bicara terdiam menyaksikan pertunjukan tersebut. Bahkan koordinator aksi Tjetjep Muhammad Yasin berinisiatif meredakan ketegangan. “Sudahlah bapak-bapak, kepala boleh panas tapi hati harus tetap dingin,” katanya melerai.
Meski sempat dilanjutkan, tak berselang lama acara dialog itupun segera diakhiri. Sejumlah perwakilan pengunjukrasa langsung menyalami enam anggota dewan yang menerima mereka sebelum meninggalkan ruangan.
E. Menonton Video Porno saat Rapat Paripurna
            Nama Arifinto mendadak mencuat setelah dirinya kepergok menonton video porno saat mengikuti rapat paripurna, Jumat (08/04) kemarin. Dia terlihat asyik membuka video porno dari komputer tablet Samsung Galaxy Tab miliknya saat Ketua DPR Marzuki Alie menyampaikan penutupan masa sidang ketiga tahun 2010-2011.
Arifinto berdalih bahwa dia hanya membuka tablet karena ada email yang masuk. “Lalu ada link, saya penasaran, ketika saya klik, gambarnya begituan lalu saya hapus,” tuturnya sesaat setelah berita ini ramai dibicarakan.
Disebut-sebut, yang mengirimkan video tersebut adalah Vicky Vette, bintang film panas asal Norwegia. Pengakuan wanita yang sering menggoda Tifatul Sembiring lewat twitter ini mengaku bahwa pengirim email tersebut adalah dirinya.
“ I am super happy that Mr Arifinto got my email … I sent him my best pictures  ,” tulis wanita berumur 46 tahun tersebut.
Entah benar apa tidaknya, yang jelas Vicky memang gemar bercanda dengan mengomentari isu-isu panas di Indonesia yang sedang menjadi pembicaraan di Twitter.
Namun, pengakuan Arifinto dibantah oleh uru foto Media Indonesia, Mohamad Irfan, yang memergoki Arifinto saat membokep. Menurut Irfan, ia tertarik saat Arifinto membuka komputer tabletnya.
“Saya zoom, kok ada gambar seperti itu,” ujarnya.
Ia mengaku sempat melihat anggota dewan komisi 5 ini memilih-milih beberapa video dari folder-folder di komputer tabletnya itu. “Terus dia buka salah satunya,” cerita Irfan. Menurut Irfan, Ari pun sempat melihat video itu selama sekitar satu menit.
“Habis itu ditutup,” ujarnya.

BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan yang telah diterangkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sering kali para wakil rakyat mempertontonkan perilaku yg mencemaskan rakyat ketika menyelesaikan suatu masalah untuk kepentingan rakyat, perang mulut sampai adu jotos itu diperagakan di depan kamera, itulah yang di sebut kedewasaan di dalam demokrasi, kebebasan ber expresi dan berpendapat benar-benar di terapkan oleh anggotra DPR, karena memang DPR itu adalah sebagai Wakil rakyat. Itu jelas-jelas menyimpang dari amanat rakyat.sama halnya dengan anggota DPR dan MPR yang rapat di senayan dalam pembentukan undang-undang ataupun rapat tahunan selalu banyak yang tidur.


DAFTAR PUSTAKA
http://checkthisassignments.blogspot.com/2009/12/penyimpangan-pancasila-pada-masa-orde.html
http://sejarah.kompasiana.com/2012/05/12/pancasila-di-masa-orde-baru-462402.html
http://dokumenqu.blogspot.com/2012/07/pancasila-dalam-era-orde-lama.html
http://hanageoedu.blogspot.com/2011/12/penyimpangan-penyimpangan-demokrasi.html
http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=3135
http://www.nonstop-online.com/2012/10/lebih-dari-40-wakil-rakyat-tersangkut-korupsi/
http://regional.kompas.com/read/2012/12/13/1411297/Nikah.Siri.Anggota.DPRD.Melanggar.Kode.Etik
http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962287b08a50837a2d69b7c1eebfd27b3ac
http://www.tempo.co/read/news/2010/02/22/078227560/Dua-Wakil-Rakyat-Bertengkar-Saat-Rapat
http://www.kampungtki.com/baca/28387
http://superiandriyan.blogspot.com/2013/02/makalah-pendidikan-pancasila-berbagai.html