Rabu, 13 Februari 2013

makalah islam sebagai agama yang universal



BAB I
PENDAHULUAN


Sebagai agama yang diredhai ALLAH SWT, islam mempunyai banyak sejarah dan cerita yang panjang tentang perkembangannya. Termasuk makna pengajarannya, dan saya akan membahas  tentang makna islam sebagai agama yang universal dan sejarah mengenai makna dari ungkapan tersebut. Saya juga akan membahas sejarah masa lampau islam sebagai agama yang universal karena ada firman allah yang menyatakan islam  sebagai agama yang universal di dalam al-quran.
Namun saat ini setelah kejadian wtc di new York banyak melontarkan uangkapan bahwa agama islam ialah agama para teroris. Padahal itu hanya sebuah kelompok kecil umat islam yang melakukan perbuatan anarki dari banyaknya umat islam di dunia ini namun banyak spekulasi bermunculan bahwa kelompok kecil itu mewakili seluruh umat islam di dunia.
Sehingga saya  menuangkan dengan masalah islam sebagai agama universal yang di aktualisasikan dalam bentuk makalah yang penulis beri judul islam sebagai agama yang universal.

BAB II

POKOK BAHASAN

ISLAM SEBAGAI AGAMA YANG UNIVERSAL 
Islam adalah agama universal yang ajarannya ditujukan bagi umat manusia secara keseluruhan. Inti ajarannya selain memerintahkan penegakan keadilan dan eliminasi kezaliman, juga meletakan pilar-pilar perdamaian yang diiringi dengan himbauan kepada umat manusia agar hidup dalam suasana persaudaraan dan toleransi tanpa memandang perbedaan ras, suku, bangsa dan agama, karena manusia pada awalnya berasal dari asal yang sama. Firman Allah: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang sama”   (Surat an-Nisak, ayat 1)
Melalui ajaran dan pilar tadi, Islam mendorong para pengikutnya agar bersikap tolerasi dengan pengikut agama dan bersikap positif terhadap budaya, karena Allah Swt telah menjadikan manusia sebagai khalifah yang mempunyai tanggung jawab kolektif untuk membangun bumi ini, baik secara moril maupun materil. Firman Allah:“Dia (Allah) telah menciptakan kamu dari bumi dan memberi kamu potensi untuk memakmurkan, mengembangkan dan memanfaatkan kekayaannya…. " (Hud, ayat 61).
Sebaliknya, Samuel P. Huntington dalam teori “Clash Civilization” menghimbau konflik antar suku bangsa dan negara. Ia selain mengkonfrontasikan  kebudayaan barat dengan kebudayaan lain, juga merubah konflik ekonomi dan ideologi sebagai konflik budaya, dimana konflik mendatang sangat terkait dengan konflik budaya ini, termasuk konflik keagamaan di negara Balkan, India, Pakistan, Arab dan Israel. Ini mengingatkan kita kepada imigran Eropa ke Amerika di masa lalu yang berupaya mengeleminir penduduk setempat (suku Indian) dengan pembantaian masal. Hal yang sama juga dilakukan di Australia. Pembantaian juga dilakukan bagi bangsa lain yang berbeda ras dengan imigran. Baru-baru ini di Perancis, sejumlah staf yang beragama Islam di bandara de Gaule diberhentikan tanpa alasan. Hampir 1.5 juta penduduk muslim di negeri ini yang dinyatakan penganggur dan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja hanya menerima pelamar yang berperawakan  eropah.
Sementara itu, terjadi ledakan bom di stasiun Subway, Inggeris. Sebelumnya, di Amerika terjadi serangan 11 September 2001 ke Menara Kembar (WTC), dan Markas Besar Tentara Amerika (Pentagon) dan di Indonesia ledakan bom Bali, Hotel Marriot dan ledakan bom di Poso, yang menewaskan sejumlah orang tidak berdosa. Pelaku bom ini yang dilakukan oleh segelintir kalangan Islam yang tidak bertanggung jawab.
Teori Huntington, serangan 11 September, ledakan bom di Indonesia, Inggeris dan tindakan diskriminatif di Perancis dan lainnya, telah memperburuk hubungan muslim dan non-muslim dan tidak sesuai dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah.
Hubungan tidak harmonis antara muslim dengan kelompok non muslim telah melahirkan sejumlah salah pengertian, opini yang keliru dan pernyataan yang berisi provokatif dan penyebar sikap kebencian dan permusuhan terhadap Islam. Islam dituduh sebagai agama teroris, mengandung ajaran membunuh orang secara membabi buta dan merupakan ancaman bagi keberlangsungan kebudayaan moderen. Ini disebabkan pencambur-adukkan antara Islam sebagai agama yang berdasar Al Qur’an dan Hadis dengan aksi segelintir orang Islam yang tidak bertanggung jawab. Dari sini, terlihat ugensi topik prinsip hubungan muslim dan non muslim dalam Islam untuk menjelaskan petunjuk Allah Swt dan UtusanNya nabi Muhammad Saw tentang hal tersebut. Bagaimana para sabahat nabi dan umat Islam dari masa ke masa menerapkan prinsip dan nilai Ilahi dalam menciptakan kehidupan yang damai di tengah-tengah masyarakat yang berbeda agama, budaya, ras suku dan bangsa.
Prinsip hubungan muslim dengan orang lain dijelaskan Allah Swt dalam Al Qur’an dan melalui UtusanNya nabi Muhammad Saw, dimana harus terjalin atas dasar nilai persamaan, toleransi, keadilan, kemerdekaan, dan persaudaraan kemanusiaan (al-ikhwah al-insaniyah). Nilai-nilai Qur’ani inilah yang direkomendasikan Islam sebagai landasan utama bagi hubungan kemanusiaan yang berlatar belakang perbedaan ras, suku bangsa, agama, bahasa dan budaya.

Sejak 14 abad yang lalu, Al-Qur’an telah menegaskan bahwa Islam adalah ajaran universal dimana misi serta kebenaran ajarannya melampaui batas-batas suku, etnis, bangsa, dan bahasa. Oleh kareanya, tidaklah mengherankan jika berbagai seruan Al-Qur’an banyak sekali menggunakan ungkapan yang berciri kosmopolitanisme ataupun globalisme. Misalnya firman Allah yang memulai seruannya dengan ungkapan, “Wahai manusia…”. Lebih dari itu, Islam kita yakini sebagai agama penutup, maka secara instrinsik jangkauan dakwah Islam mestilah mendunia, bukannya agama suku, rasial,, dan parochial, sebagaimana agama-agama terdahulu yang hanya dialamatkan pada suatu kaum tertentu. 
Secara sosiologis, baru abad ini umat Islam sadar bahwa Islam benar-baenar tertantang memasuki panggung dakwah yang berskala global, yang antara lain disebabkan oleh revolusi teknologi, informatika, dan komunikasi. Sistem informasi dibantu dengan satelit, maka planet bumi, bahkan perut bumi dapat dipotret oleh manusia dan waktu yang bersamaan, gambar dan berbagai penjelasan detailnya bisa disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia. 
Lalu, apa makna dan dampak dari proses globalisasi informasi ini bagi Islam? Satu hal yang pasti bahwa umat Islam tidak bisa hidup, berfikir, dan bertindak isolatif, tanpa mempertimbangkan situasi dan umat beragama lainnya. Kesadaran akan lingkungan sosial dari planet bumi semakin merata. Bumi ini tidak lagi bisa di klaim sebagai milik satu bangsa atau satu umat saja, melainkan milik dan tanggung jawab bersama. 
Secara teologis, panggilan ini sesungguhnya bukan hal yang baru bagi umat Islam. Sejak masa Rasulullah Muhammad saw. Sampai dengan masa pertengahan, kepemimpinan umat Islam dalam memajukan peradaban manusia tidak bisa diingkari, disaat bangsa Eropa masih jauh dari ketertinggalan dibelakang. Hanya saja, faktor-faktor objektif yang bisa dikaji secara ilmiah, mengapa dunia Islam merosot perannya dalam kepemimpinan dunia dan kemudian diambil alih oleh Barat. 
Jika kita ikuti beberapa jurnal, buku, dan komentar para pakar politik dan kebudayaan, setelah berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet, perhatian Barat terhadap Islam semakin meningkat baik dalam kontrol positif maupun negatif. Para pengamat politik internasional, diantara yang paling vokal adalah Samuel P. Huntington, mengatakan bahwa kini kontak yang intens antara Barat dan Islam muncul kembali dan sisa-sisa berturan masa lalu di kaji ulang. Namun yang pasti adanya kekhawatiran Barat terhadap dunia.Islam merupakan kenyataan yang sulit diingkari. 
Jungen Meyer, misalnya dari hasil penelitiannya, yang kemudian ditulis dalam bukunya The new Cold War? (1993), menyatakan bahwa dominasi ideologi Barat yang berakar pada paham nasionalisme-sekularisme, kini mendapat tantangan dari nasionalisme-religius. Kebangkitan etnis, suku, dan paham kebangsaan yang simbiosis dengan semangat keagamaan, bisa kita saksikan dimana-mana yang hal itu tidak hanya terjadi pada umat Islam, tetapi pada umat beragama lain. 
Contoh yang paling mencolok adalah gerakan Zionisme-Yahudi yang berhasil mendirikan negara Israel dimana semangat agama dan paham kebangsaan begitu menyatu. Adapun bagi Islam, khususnya Timur Tengah. Ideologi islamisme dan dinastimisme kelihatannya masih begitu kokoh. Jika di masa Rasulullah dan sahabat semangat kesukuan dan kebangsaan bisa ditekan, maka setelah itu semangat sukuisme muncul kembali dan untuk selanjutnya ideologi nasionalisme tampil lebih solid lagi. 


BAN III

PENUTUP



I.SARAN 
Kepada pembaca, penulis mempunyai beberapa saran,kita harus benar-benar mencintai islam . Dengan beribadah dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang dalam Islam dan saling bertoleransi sesame umat beragama. 

II.KESIMPULAN 
Islam sebagai agama yang universal, yaitu  kita harus saling bertoleransi sesama umat beragama dan kita juga harus bertakwa kepada tuhan yang telah menciptakan, kita juga  jangan memandang orang lain dari ras,agama, atau kasta kehidupan kita karena kita imi adalah sesama













DAFTAR PUSTAKA

Taher Tarmizi, K.H. , “Menyegarkan Akidah Tauhid Insani, Mati di Era Klenik” Gema Insani Press, Jakarta 2002.
‘cetakan ke tujuh al-Muntakhab fir Tafsir al-Qur’an al-Karim’, al-Majlis al-‘A’la li al-Syuun al-Islamiyah , 1983 M/1403 H.
http://superiandriyan.blogspot.com/2013/02/makalah-islam-sebagai-agama-yang.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar