ILMU NEGARA
ISI RINGKASAN
Pendahuluan.
Istilah Ilmu Negara barasal dari bahasa:
a. Belanda: “Staatsleer” (Staat = Negara dan Leer = Ilmu)
b. Jerman: “Staatslehre”
c. Inggris: “Theory of State”
d. Prancis: “Thorie d’etat”
Orang pertama yang melakukan
penyelidikan tentang ilmu Negara ialah seorang sarjana jerman bernama Georg
Jellinek dalamam bukunya yang berjudul “Allgemeine Staatslehre” Itu lah
sebabnya ia dianggap sebagai bapak Ilmu Pengetahuan.
Ilmu Negara adalah
Ilmu pengetahuan yang
menyelidiki dan mempelajari sendi-sendi pokok dan pengertian-pengertian tentang Negara.
menyelidiki dan mempelajari sendi-sendi pokok dan pengertian-pengertian tentang Negara.
Georg Jellinek adalah
pencipta sistematika Ilmu Negara dalam bukunya ia menyusun sistemmatika Ilmu
Negara mengggunakan Methode Van Systematesering. Menurut
Jellinek Staatwissenchaft dalam arti luas mempunyai Staatwissenchaft dalam arti
sempit dan Rechtwissenchaft. Staatwissenchaft dalam arti sempit yaitu ilmu
pengetahuan mengenai Negara yang menekankan pada Negara sebagai obyeknya dan
Rechtwissenchaft yaitu ilmu pengetahuan mengenai Negara yang menekankan pada
segi hukum.
Jellinek mula-mula
menghimpun semua ilmu pengetahuan mengenai Negara (Staatwissenchaft dalam arti
luas) kemudian ia memisah-misahkan atau menggolong-golongkan kedalam:
a. Golongan ilmu pengetahuan negara yang menekankan pada Negara sebagai
obyeknya yaitu HUkum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Antar
Negara
b. Golongan ilmu pengetahuan Negara yang menekankan pada segi hukumnya yaitu
Hukum Perdata, Hukum Pidana, dan Hukum Acara Pidana/Perdata.
Dalam sistematika
Jellinek Staatwissenchaft dalam arti sempir di bagi menjadi 3 golongan ilmu
pengetahuan yaitu:
a. Beschreibende Staatwissenchaft atau Staatenkunde: Ilmu pengetahuan yang
melukiskan atau menceritakan tentang Negara yang di sebut History of
State
b. Theotirische Staatwissenchaft atau Staatslehre: dari bahan-bahan yang di
peroleh Staatenkunde ini kemudian di cari inti permasalahannya di bidang hukum
guna menyusun perumusan-oerumusan yang berlaku bagi semua bahan-bahan itu.
Hasil dari pada usaha mencari perumusan-perumusan yang berlaku untuk semua
bahan-bahan itu di sebut Staatslehre. Jellinek membagi Staatslehre kedalam dua
ilmu pengetahuan yaitu
1. Allgemeine Staatslehre: mengenai Negara sebagai pengertian umum. Jellinek
menjelaskan teorinya (Zweiseiten Theorie) dengan mengatakan bahwa ada 2
segi yang masing-masing bersifat yurudis dan sosial. Yaitu Allgemeine
Staatsrechtslehre (segi yuridis) dan Allgemeine Soziale Staatslehre (segi
sosial)
2. Besondere Staatslehre: mengenai Negara sebagai pengertian khusus. Dapat
pula juga di bagi atas Inidividuelle Staatslehre dan Spezielle
Staatslehre.
c. Praktische Staatwissenchaft atau Politikologi: Adalah ilmu
pengetahuan yang mempergunakan hasil praktek daripada Staatslehre.
Definisi tentang
Negara
Pada masa itu telah
mulai dipergunakan istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa
Italia yang telah menjelma menjadi perkataan L ‘Etat’ dalam bahasa Prancis. The
State dalam bahasa Inggris dan De Staat dalam bahasa Belanda.
Hakekat Negara
Negara merupakan
organisasi dari pada fungsi-fungsi bersama yang mengasumsikan jabatan-jabatan
untuk fungsi-fungsi tersebut. Sehingga ada yang menganggap sifat hakekat Negara
tidak lain adalah organisasi jabatan.
Bentuk Negara
Bentuk-bentuk Negara klasik yang
terkenal ialah:
a. Monarki, aristikrasi dan demokrasi yang lazimnya diukut dari jumlah orang
yang menentukan kata akhir dalam soal-soal kenegaraan, dengan bentuk-bentuk
kemerosotannya:
b. Diktatoroklokrasi/plutokrasi dan mobokrasi. Pembagian yang lebih batu ialah
dalam:
Monarki dan republic yang kriteria
utamanya ialah terpilihnya Kepala Negaranya, sedangkan pengertian dictator dan
demokrasi sering dipakai sebagai sifat untuk menunjuk pemerintahnya.
Kedaulatan Negara
Yang menjadi
permasalahan disini ialah siapa yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam
Negara? Teori yang lazim kita kenal ialah: Teori kedaulatan Tuhan, teori
kedaulatan raja, teori kedaulatan hukum, serta teori kedaulatan Negara.
Sebenarnya hanya ada tiga kedaulatan: teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan
rakyat dan teori kedaulatan raja.
Definisi Konstitusi
Konstitusi adalah tidak lain daripada seperangkat ketentuan mengenai tata cara
bernegara suatu bangsa.
Beberapa masalah mengenai konstitusi
ialah:
a. Bentuknya: tertulis atau tidak tertulis
Apabila tertulis apakah dalam satu
naskah atau dalam beberapa naskah, sedangkan a[abila dalam satu naskah,
apakah pokok-pokoknya saja yang diatur atau selengkap-lengkapnya.
b. Isinya selain yang fundamental bagi struktur organisasi Negara juga
mengenai segala aspek kehidupan bernegara rakyatnya.
Macam-macam Konstitusi
Di dalam teori kenegaraan di kenal konstitusi yang diklasifikasikan sesuai dengan
sifat, peranan, pertumbuhannya secara teoritis dan lain-lain.
Yang perlu dikemukakan disini adalah dua
macam yaitu:
1. Yang betul-betul penjelmaan suatu ide bernegara, lazimnya disebtu
konstitusi yang murni.
Konsitusi semacam ini tidak petlu dicari
lagi norma yang di jadikan dasar pembentukannya. Konstitusi ini merupaka suatu
kekuasaan yang mendiri bersumber pada falsafah hidup yang terpencar ke suatu
pandangab atau ide bernegara. (Normaloze Macht).
2. Yang lain ialah konstitusi “buatan” seolah-olah prefabricated yang
kekuasaannya berdasar pada konstitusi lain.
Terjadinya Negara Secara Sekunder
Yang
dimaksud dengan terjadinya Negara secara sekunder adalah teori yang membahas
tentang terjadinya Negara yang dihubungkan dengan Negara-negara yang telah ada
sebelumnya. Jadi yang penting dalam pembahasan terjadinya Negara sekunder ini
adalah masalah pengakuan atau Erkening.
Mengenai
masalah pengakuan atau Erkening ini ada 3 macam sebagaia berikut:
a. Pengakuan De Facto (Sementara)
Adalah pengakuan yang bersifat sementara
terhadap munculnya atau terbentuknya suatu begara baru, karena kenyataannya
Negara baru itu memang ada namun apakah prosedurnya melalui hukum, hal ini
masih dalam penelitian hingga akibatnya pengakuan yang diberikan adalah
bersifat sementara. Pengakuan De Facto ini dapat meningkat kepada pengakuan De
Jure apabila prosedurnya muncul nya Negara baru itu memalui prosedur hukum yang
sebenarnya.
b. Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis)
Adalah pengakuan yang seluas-luannya dan
bersifat tetap terhadap munculnya atau timbulnya atau terbentuknya suatu
Negara, dikarenakan terbentuknya Negara baru adalah berdasarkan yuridis atau
berdasarkan hukum.
c. Pengakuan Atas Pemeritahan De Facto
Adalah suatu pengakuan hanya terhadap
pemerintahan daripada suatu Negara. Jadi yang diakui hanya terhadap
pemerintahan, sedangkan terhadap wilayahnya tidak diakui. Unsur-unsur adanya
Negara adalah harus ada pemerintahan, wilayah, dan rakyat. Jadi kau hanya
pemerintahan saja yang ada maka itu bukanlah merupakan Negara karena tidak
cukup unsurnya-unsurnya
Tujuan Negara
Tujuan Negara ialah Negara itu sendiri. Kata Hegel Negara itu adalah person
yang mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan ide umum. Ia
memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Maka kewajiban tertinggi manusia
adalah menjadi warga Negara sesuai dengan undang-undang, kaum dictator menganut
paham, Negara itu sendiri sebagai tujuan .
Tujuan Negara menurut para ahli:
a. Menurut Agustinus tujuan Negara ialah dihubungkan dengan cita-cita manusia
hidup di alam kekal yaitu sesuai yang diinginkan Tuhan.
b. Menurut Shang Yang menghubungkan tujuan Negara dengan mencari kekuasaan
semata, sehingga Negara ini identic dengan penguasa.
c. Menurut John Locke dalam pembentukan political or civil society,
manusia itu tidak melepaskan hak asasinya.
Tipe-Tipe Negara
Teori tipe-tipe Negara bermaksud membahas tentang penggolongan Negara dengan di
dasarkan kepada ciri-ciri yang khas, yakni:
1. Tipe-tipe Negara menurut Sejarah.
Tipe Negara menurut sejarahnya ada:
a. Tipe Sejarah Negara Timur Purba
b. Tipe Negara Yunani Kuno
c. Tipe Negara Romawi
d. Tipe Negara Abad Pertengahan
e. Tipe Negara Modern
2. Tipe Negara yang di tinjau dari sisi Hukum.
Tipe-tipe Negara menurut sejarah atau
ide historische hoofd typen van de staats meninjau penggolongan Negara
berdasarkan sejarah pertumbuhannya.
Tipe Negara dari Tinjauan Hukum adalah
penggolongan Negara-negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan rakyat.
a. Tipe Negara Policie
b. Tipe Negara Hukum ada 3 bentuk yaitu: Tipe Negara Hukum Liberal, Tipe
Negara Hukum Formil, dan Tipe Negara Hukum Materiil.
Bentuk Negara
Menurut teori modern sekarang ini, bentuk Negara yang terpenting ialah: Negara
Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat
Negara Kesatuan ialah
suatu Negara yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh Negara yang berkuasa
hanya satu pemerintah yang mengatur selurut daerah. Sedangkan Negara Serikat
itu ialah suatu Negara yang merupakan gabungan daripada beberapa Negara yang
menjadi Negara-negarabagian daripada Negara serikat itu.
Menurut Montequieu
dalam suatu sistem pemerintahan Negara, ketiga jenis oemerintahan itu harus
terpisah baik mengenai fungsi (tugas) maupun mengenai alat penangkapan
(organ) yang melaksanakan:
1. Kekuasaan legislatife, dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat
(parlement).
2. Kekuasaan exsekutif, di laksanakan oleh pemerintah
3. Kekuasaan yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan.
Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata
Negara dan Hukum Adminitrasi Negara serta Hukum Antar Negara:
Ilmu Negara memberikan
pengertian-pengertian serta sendi-sendi pokok dari pada Negara dan hukum tata
Negara. Dengan pengetahun dasar ini terbukalah lapangan untuk mempelajari
tentang hukum yang mengenai kenegaraan ini yang sedang berlaku di suatu Negara
pada suatu waktu dan hukum yang di maksudkan terakhir ini meliputi:
1. Hukum tata Negara, yaitu hukum positif yang mengatur tentang susunan atau
organisasi atau struktur daripada Negara dalam keadaan diam.
2. Hukum Tata usaha Negara, adalah hukum pisitif yang mengenai Negara dalam
keadaan bergerak.
3. Hukum Antar Negara, hukum positif yang mengenai dua Negara atau lebih atau
singkatnya mengenai hukum internasional antar Negara-negara di dunia.
Cabang Ilmu Negara yang berhubungan
dengan Ilmu Negara
a. Political History: Sejarah tentang pembentukan Negara, perkembangan dan
pertumbuhannya serta pula kemundurannya.
b. Constitutional History: sejarah dari konstitusi sebagai bangunan Negara
yang istimewa, yaitu yang meliputi segala-gala karena merupakan sumber dari
segala bangunan Negara.
c. Instutional History: sejarah dari bangunan Negara masing-masing.
3 Fase Perkembangan Ilmu Negara:
a. Fase Theologis (religious stage) : Gejala-gejala politis di kembalikan pada
sebab-sebab yang gaib. Fase ini dimulai dari zaman purba sampai paham tentang
hak raja yang bersifat ketuhanan.
b. Fase Methaphysis (methaphysis stage) : Dimana Negara dianggap sebagai
bangunan manusia yang paling sempurna, seperti ajaran dari Plato, Aristoteles,
ahli-ahli Skolastik dari abad menengah dari akhir-akhir dari Hagel.
c. Fase Positif (positive stage): Dimana Negara dianggap sebagai bangunan
manusia yang dapat di dinilai dan di perbaiki dengan observasi dan
eksperimentasi yang empiris. Fase ini dianggap dimulai sejak zaman Renaissance
yaitu oleh N. Machiavelli sampai sekarang.
Sumber-sumber bagi Ilmu Negara:
Sebagai
sumber yang dapat memberikan bahan-bahan kepada kita dalam mempelajari ilmu
Negara dibedakan antara lain:
a. Sumber Kontinental (Eropa Barat):
Ini meliputi ajaran-ajaran dari para
negarawan di Eropa Barat yang dapat dibedakan lagi antara lain: Antiek dan
modern.
b. Sumber Anglo-Saxon:
Yang meliputi ajaran-ajaran negarawan di
Inggris dan Amerika Serikat.
Hukum Kodrat
Hukum Kodrat merupakan
pertama-tama hasil ciptaan kaum Stoa di Yunani, dengan pemimpinnya yang bernama
ZENO.
Kemudian paham mengenai hukum kodrat ini telah dilanjutkan sampai abad ke 20
sehingga kita kenal beberapa fase daripada ajaran tentang hukum Kodrat ini
yakni:
1. Pertama: ajaran dari kaum Stoa yang meneruskan ajaran Plato dan Socrates,
tetapi sudah bersifat kosmopolitis dengan isi ajaran:
a. Ada hukum abadi yang menguasai seluruh dunia
b. Dasar dari hukum abadi ini adalah budi Tuhan.
2. Kedua: ajaran Thomas AQUINO dari abad menengah dimana agama katolik Roma sangat
menguasainya dengan isi ajaran:
a. Seluruh dunia dikuasai oleh hukum abadi.
b. Dasar dari hukum ini adalah kehendak Tuhan yang didapatkan dalam Kitab Suci
dari agama katolik Roma.
3. Ketiga: ajaran Hugo GRATIUS yang mengajarkan adanya hukum kodrat yang
rasionalistis individualistis dengan isi ajaran
a. Asas dari hukum adalah ditentukan oleh hukum kodrat.
b. Dasar dari hukum kodrat ini adalahbudi manusia masing-masing.
4. Keempat: ajaran Rudolf STAMMLER dalam “Die Lehre von dem Richtige Rechte”
(Berlin, 1902) yang mengajarkan:
a. Tidak ada hukum yang berlaku abadi, akan tetapi ada hukum yang tepat untuk
masa tertentu dan berlaku absolut;
b. Dasar dari hukum yang tepat itu adalah “Sociale ideal” atau cita-cita dari
masyarakat.
Hukum Romawi
Sejarah Hukum Romawi
1. Perkembangan hukum Romawi dimulai dengan kodifikasi undang-undang 12 batu
dan diakhiri dengan kodifikasi lain yaitu Corpus luris Civilis.
2. Mempelajari praktis karena hukum Perdata Indonesia secara kita ada 2 arti
yaitu;
a. Arti praktis, karena hukum perdata Indonesia secara tidak langsung
mempengaruhi juga oleh hukum romawi.
b. Arti teoretis, karena sejarahnya menujukkan kepada kita, bahwa ada pengaruh
timbal balik antara hukum dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat.
3. Dari sejarahnya kita ketahui, bahwa dalam ilmu hukumnnyalah orang Romawi
itu adalah asli. Yang asli ialah Rechtsdogmatieknya yaitu ilmu
pengetahuan tentang hubungan antara hakim, undang-undang, dan hukum.
4. Dengan jalan resepsi hukum Romawi telah pernah mencapai puncaknya dengan
menguasai hukum di Eropa Barat sehingga dapat dikatakan, bahwa hukum perdata di
eropa barat adalah sama dengan hukum Romawi.
Pengaruh Hukum Romawi terhadap Ilmu
Negara.
Meskipun aslinya hanya
bergerak dalam lapangan hukum public, tetapi kemudian Deutsche Publizizten
Schule terpaksa juga untuk memasuki lapangan kenegaraan, yaitu karena di dorong
oleh keadaan politik waktu itu. Seperti di ketahui dalam sejara, maka pada
tahun 1871 negara jerman dari statenbord telah menjelma menjadi Budesstaat
Jerma, sebagai akibat kemenangan terhadap pranci, raja Prusia diangkat oleh
raja-raja jerman menjadi Kaisar jerman dan berkuasa penuh.
Obyek Ilmu Negara
Ilmu Negara mengganggap Negara sebagai obyek penyelidikannya. Antara lain
meliputi pertumbuhan, sifat, hakekat dan bentuk-bentuk Negara. Hukum Tata
Negara juga menggangap Negara sebagai obyekny, terutama tentang hubungan antara
alat-lata perlengkapan Negara
Pembahasan ilmu Negara menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat umum dengan
menganggap Negara sebagai genus (bentuk umum) dan mengesampingkan/mengabaikan
sifat-sifat khusus dari Negara-negara.
Perbedaan Ilmu Tata Negara dari Ilmu
Negara.
Ilmu Negara menyelidiki/membahas Negara dalam teori-teori yang umum dengan
mengesampingkan sifat-sifat khusus dari setiap Negara-negara. Sedangkan HUkum
Tata Negara menyelidiki/membahas suatu sistem Hukum Tata Negara Indonesia<
Hukum Tata Negara Inggris, Hukum Tata Negara Belanda dan sebagainya.
Hukum Tata Negara
Jadi Hukum Tata Negara itu menguraikan perkembangan pertumbuhan dan susunan
suatu sistem alat-alat perlengkapan Negara tertentu sedangkan Ilmu Negara
mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat menyeluruh yaitu berupa
perhatian-perhatian pokok dan sendi-sendi pokok dari Negara secara umum.
Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata
Negara
Dengan demikian Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoretis kepada Hukum Tata
Negara positif. Dan Hukum Tata Negara merupakan kongkretisasi dari pada
teori-teori ilmu Negara. Jika dikatakan Hukum Tata Negara lebih bersifat
praktis maka Ilmu Negara lebih bersifat teoretis.
Pendapat Para Ahli tentang Negara:
1. Menurut Karl Mark: Negara adalah alat dari orang-orang yang kuat ekonominya
untuk menguasai orang yang lemah ekonominya. Jadi kekuatan-kekuatan dalam
bidang ekonomin menyebabkan seseorng/golongan dapat mempergunakan kekuatan
tersebut untuk melaksanakan kehendak terhadap yang lemah atau menguasai yang
lemah.
2. Menurut Laski: Dalam bukunya “The State in Theory and Practice” mengatakan “Pada
hakikatnya Negara hanyalah merupakan kekuasaan pemaksa yang digunakan untuk
melindungi sistem hak dan kewajiban dari suatu lembaga produksi. Sebab tanpa
organisasi yang memaksa ini kelanjutan kehidupan tak dapat berlangsung”
3. Menurut Duguit: Dalam bukunya “Traite de Droit Constitutional” menganggap
bahwa hukum dan Negara semata-mata sebagai suatu kenyataan. Ia tidak mengakui
ha katas gezag. Juga ia tidak setuju dengan teori-teori Teokrasi dan teori
tentang terjadinya suatu Negara melalui perjanjian masyarakat. Menurut
pendapatnya, Negara terjadi karena orang-orang yang tua melaksanakan
kehendaknya terhadap yang lemah.
4. Menurut Jellinek: Menurutnya Negara merupakan penguasa yang terdiri dari
kesatuan manusia (sekumpulan orang-orang) yang berkuasa karena
dianugerahi kekuasaan memerintah oleh alam/kodrat. Kesatuan/kelompok manusia
ini sudah tentu lebih kuat/berkuasa jika dibandingkan dengan kekuatan setiap
individu.
Tujuan Negara Menurut Pakar-pakar
Kenegaraan.
a. Shang Yang, tujuan Negara adalah menghimpun kekuasaan semata-mata
b. Machiavelli, tujuan Negara adalah menghimpun kekuasaan untuk mencapai
kebesaran, kekayaan serta kemakmuran Negara dan bangsa italia. Jadi ada tujuan
lebih lanjut selain menghimpun kekuasaan.
c. Dante, sebaiknya semua Negara di dunia ini menjadi satu membentuk suatu
kerajaan dunia atau satu imperium dunia dibawah seorang raja atau kaisar.
Tujuannya bukanlah semata-mata untuk menghimpun kekuasaan, tetapi juga untuk
mencapai kedamaian di dunia seperti di kehendaki oleh Tuhan.
d. Kant, tujuan Negara ialah membentuk kekuasaan yang berdasarkan hukum yang
menjamin hak-hak dan kemerdekaan setiap warganya. Dan untuk Kant setuju dengan
sistem pemisahan kekuasaan Trias Politika dari Montesquieu.
e. Fascisme, tujuan Negara lebih tinggi daripada tujuan setiap individu.
Tetapi dalam kenyataannya tujuan Negara di tetapkan sendiri menurut selera para
pemimpin Negara Fascis, kemauan pemimpin itu merupakan kemauan Negara dan
tujuannya sendiri pun akhirnya menjadi tujuan Negara.
Bentuk Negara.
Cara pembagian bentuk Negara menurut teori ini ialah dalam tiga bentuk, yaitu:
Monarki, Ologarki, dan Demokrasi. Teori ini menggunakan sebagai ukurannya ialah
jumlah orang yang diserahkan memelihara kepentingan umum/bersama adan membuat
peraturan mengenai hal-hal tersebut tadi. Dengan kata lain melihat pada jumalah
orang yang memegang pimpinan pemerintahan.
a. Monarki, apabila yang memerintah itu hanya satu orang saja. Monarchi
berasal dari kata-kata Yunani monos yang berarti tunggal atau satu dan arkien
berarti memerintah.
b. Oligarki, apabila jumlah yang memerintah terdiri dari beberapa orang.
Oligarki artinya beberapa.
c. Demokrasi, apabila pemerintah dilaksanakan oleh orang banyak/rakyat.
Demos=rakyat.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DENGAN BEBERAPA
pemikirnya
A. MASA
YUNANI PURBA
1. Socrates
( 470 - 399 SM)
Menurut pendapatnya, di setiap hati kecil manusia memiliki
rasa hukum dan keadilan yang sejati, bergemalah detak-detak kesucian sebab
setiap itu merupakan sebagian dari Nur Tuhan Yang Maha Pemurah, adil dan penuh
kasih sayang; meskipun detak-detak kesucian itu dapat terselubung dan ditutupi
oleh kabut tebal kemilikan dan ketamakan, kejahatan, dan aneka ragam
kedholiman, namun tetap ada dan tidak dapat dihilangkan laksana cahaya abadi.
2. Plato
(429-347 SM)
Plato meneruskan
ajaran Socrates . Dimulainya dengan ajaran
tunggalnya Politeia dengan mana digambarkannya ideale
staat atau negara sempurna, oleh karena itu filsafatnya disebut ''
ideenler van Plato'' atau ajaran cita Plato yang terkenal dan tersohor
sampai dewasa ini, atau juga disebut '' idealisme''.
Menurut ajarannya itu dikenal adanya 2 (dua) dunia yaitu:
1. Ideenwereld (dunia
cita) yang bersifat immateriil :
Yaitu ide atau "kenyataan sejati" yang bersemayam
di alam tersendiri, adalah di alam cita yang berada di luar "dunia
palsu".
2. Natuurwereld (dunia
alam) yang bersifat material :
Yaitu dunia fana yang bersifat palsu.
Asal mula negara menurut Plato karena
banyaknya kebutuhan hidup dan keinginan manusia. Manusia tidak mampu
memenuhi kebutuhan serta keinginannya itu secara sendiri-sendiri. Sesuai
dengan kecakapan masing-masing, mereka mendapat pembagian tugas dengan dasar
bekerja sama. Maka manusia dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya itu.
Tentang negara sempurna dan baik itu yang bersifat
ideal-etis dibutuhkan beberapa persyaratan. Untuk
ituSocrates telah mengajukan 2 (dua) persyaratan, sedangkan
oleh Plato Persyaratan tersebut ditambah lagi, sehingga seluruhnya
menjadi 3 (tiga) kondisi, yaitu:
1. Negara
harus dijalankan oleh pejabat yang terdidik khusus.
2. Pemerintah
harus ditujukan segalanya demi kepentingan umum; dan
3. Harus
dicapai kesempurnaan susila dari rakyat.
Sehubungan dengan asal mula negara, maka dapatlah ditarik
garis paralel antara sifat negara dan sifat manusia, yang mengakibatkan adanya
penetapan 3 (tiga) macam sifat yaitu: kebenaran, keberanian, dan kebutuhan,
maka dalam hal ini mengakibatkan pula terciptanya 3 (tiga) kelas didalam negara
ideal-etis itu adalah:
1. The
rulers atau para penguasa yaitu golongan pegawai yang terdidik khusus yang
merupakan pemimpin-pemimpin Negara yang berusaha tercapai dan terselenggaranya
kesempurnaan, good dan good life serta kepentingan umum. Para penguasa itu
adalah Philosopher King.
2. The
Guardians atau para pengawal negara; yaitu mereka yang menyelenggarakan
keamanan, ketertiban, dan keamanan negara; dan
3. The
Artisans atau karyawan; yang mereka yang menjamin makanan untuk kedua
golongan tersebut di atas.
Selanjutnya di dalam bagian kedelapan dari politeia
diuraikan mengenai bentuk-bentuk negara yang berjenis 5 (lima) macam yang
sesuai dengan sifat-sifat tertentu dari jiwa manusia:
1. aristokrasi (aristocratie
atau aristocracy)
2. Oligarkhi (Oligarchie
atau oligarchy)
3. Timokrasi (timocratie
atau timocraty)
4. Demokrasi (democratie
atau democracy)
5. Tirani (tyranie
atau tyranny)
Bentuk negara yang diketengahkan dan dibagi oleh Plato,
yaitu:
1. The
ideal form atau bentuk cita:
Yaitu bentuk Negara cita yang berusaha mencapai dan
menyelenggarakan kesempurnaan, good dan good life serta kepentingan umum,
berdasarkan keadilan.Hal itu dapat dirinci menjadi 3 (tiga) bentuk negara cita
adalah:
a. Monarki (monarchie
atau Monarchy) :
b. aristokrasi (aristocratie
atau aristocracy) :
c. Demokrasi (demokratie
atau democracy)
2. The
coruption form (the degenerate form) atau bentuk pemerosotan:
Yaitu bentuk negara yang merupakan kebalikan dari bentuk
negara cita. Jadi merupakan bentuk negara cita yang
merosot (ontaarding). Pemerosotan ini disebabkan pemerintah tidak
melakukan keadilan dan kepentingan umum, selalu ada kesewenang-wenangan
tindakan.
Hal ini pun dapat dirinci menjadi 3 (tiga) bentuk negara
pemerosotan, adalah:
a. tirani
(tyranie atau tyrany):
b. OLIGARKHI
(oligarchie atau oligarchy):
c. MOBOKRASI
(mobocratie atau mobocracy):
3. Aristoteles
(384-322 SM)
Karangannya terdiri dari dua bagian:
1. Sebagai
hasil penelitian pertumbuhan polisi sebelum tahun 403 SM
2. Sebagai
urutan polisi pada saat Aristoteles.
Tentang negara ia sependapat dengan Plato , yaitu
negara bertujuan untuk:
1. Menyelenggarakan
kepentingan warga negaranya; dan
2. Berusaha
agar warga hidup baik dan bahagia (good life) didasarkan atas
keadilan, keadilan itu memerintah dan harus menjelma di dalam negara.
Sehubungan dengan hal itu cara terjadinya negara
menurut Aristoteles adalah bahwa manusia itu berbeda dengan hewan,
sebab hewan dapat hidup sendiri, sedangkan manusia sudah dikodratkan untuk
hidup berhubungan satu sama lain.
Tentang tujuan negara oleh Aristoteles dijelaskan,
bahwa berhubung dengan pahamnya bersifat universal itu, maka lebih diutamakan
adalah negara. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya ditujukan kepada
kepentingan umum, berlandaskan keadilan yang merupakan keseimbangan kepentingan
di atas daun neraca Themis(Dewi keadilan di dalam mitologi Yunani).
Ada 3 (tiga) macam bentuk negara yang termasuk ke dalam
bentuk cita, dan untuk membedakannya satu sama lain dipakailah
"kriterium" atau "ukuran" kuantitatif, yaitu mengenai
jumlah orang yang memerintah.
1. One
man rule pemerintahan satu orang; monarchi.
2. A
few man rule atau pemerintahan beberapa / sedikit orang: aristokrasi; dan
3. The
many men or the people rule atau pemerintahan orang banyak dengan tujuan untuk
kepentingan umum: politeia, polity atau republic.
Pun terdapat 3 (tiga) macam bentuk negara yang termasuk ke
dalam bentuk pemerosotan, dan untuk membedakannya satu sama lain dipakailah
"kriterium" atau "ukuran" kualitatif, yaitu berhubungan
dengan tujuan yang hendak dicapai:
1. Bilamana
tujuannya itu didasarkan pada kepentingan satu orang secara diri sendiri untuk
kepentingan pribadi: tirani atau despotie.
2. Bilamana
tujuannya itu didasarkan kepada kepentingan segolongan orang atau beberapa
orang: oligarkhi atau clique
form ataupun Plutocrasi (yaitu berasal dari istilah Plutos
artinya kekayaan dan cratia atau Cratein artinya
memerintah. Jadi suatu pemerintahan di mana pimpinan negara di tangan
sekelompok orang kaya dan kekayaanlah yang dihormati).
3. Bilamana
tujuannya itu didasarkan tidak untuk kepentingan rakyat seluruhnya akan tetapi
pakai nama rakyat: demokrasi.
Oleh karena itu disimpulkan bahwa dalam kenyataannya bentuk
negara itu menjadi:
a. Bentuk
negara campuran (mixed form)
b. Bentuk
negara pemerosotan (corruption atau degenerate form).
4. Epicurus
(342-271 SM)
Menurutnya masyarakat itu ada karena adanya kepentingan
manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakat sebagai suatu
kesatuan, tetapi manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat itu
Atas dasar pandangan ini Epicurus berpendapat bahwa
terjadinya negara itu karena terdorong oleh karena adanya kepentingan sebagai
elemen tunggal. Dan tujuan dari negara hanyalah menjaga tata tertib dan
keamanan dalam masyarakat dengan tidak memperdulikan macam apa dan bagaimana
negara itu.
Sedangkan tujuan tujuan masyarakat adalah kepentingan
perorangan yang berarti keenakan diri pribadi tetapi bukan dalam arti
materialistis atau materi melainkan keenakan jiwa atau rohani.
5. Zeno
(300 SM)
Hasil dari aliran stoazijnen, maka timbul dalam kebudayaan
Yunani apa yang disebut "hukum alam" atau "hukum asasi"
(natuurrecht).
Maka oleh ajaran hukum alam dibedakan adanya 2 (dua) alam
yaitu:
1. kodrat
manusia (natuur van de mens) dan
2. kodrat
benda (natuur van de zaak).
Yang dimaksud dengan "kodrat manusia" yaitu
dilihat pada sifat-sifat manusia, adalah kodrat yang terletak dalam budi
manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dalam manusia dan budi itu
bersifat tradisional.
6. Polybios
(204-122 SM)
Tentang negara Polybios melanjutkan pahamnya
Aristoteles. Diuraikan dalam bukunya bahwa proses perkembangan,
pertumbuhan dan kemerosotan bentuk-bentuk negara secara psikologis online
dengan sifat-sifat manusia menurut ajaran Aristoteles, yaitu bahwa tiadanya
bentuk negara yang abadi, hal itu disebabkan sudah terkandung benih-benih
pengrusakan, seperti pemberontakan, revolusi, dan sebagainya.
Benih-benih itu disebabkan karena sifat-sifat manusia yaitu:
a. Keinginan dan
persamaan:
Yaitu ada keinginan persamaan terhadap mereka yang merasa
dirinya sama dengan orang-orang yang lebih beruntung atau lebih kaya dari
mereka, kecuali hal itu ada keinginan sama dengan orang-orang yang memegang
pimpinan Negara; dan
b. Keinginan akan
perbedaan:
Yaitu ada keinginan perbedaan terhadap mereka yang merasa
dirinya berbeda dengan orang-orang lain atau merasa dirinya itu lebih tinggi
dari yang lainnya, sehingga berakibat ingin diperlakukan berbeda dari yang
lainnya.
B. MASA
ROMAWI
1. Masa
Pemerintahan
Yaitu masa Koningschap atau pemerintah. Yang jadi
pimpinan Negara seorang raja, sehingga bentuk Negara merupakan
monarkhi. Masa ini tidak begitu penting dalam pertaliannya dengan isi
kedaulatan rakyat. Waktu tersebut bersifat legend.
2. Masa
Republik
Republik atau Republiek berasal dari kata Res berarti
"kepentingan" dan Publica berarti "umum". Republik
artinya suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum.
3. Masa
Prinsipat
Masa ini dimulai dengan Caesar. Meskipun pada waktu
para Princep s atau raja-raja Romawi belum memiliki kewibawaan (gezag) namun
pada hakikatnya merupakan oaring yang memerintah secara mutlak.
5. Cicero
Pahamnya menolak paham Epicurus yang bersifat
individualistis itu, di mana titik berat terletak pada kepentingan
tunggal. Sedangkan paham Cicero mendapat pengaruh dari paham Zeno yang
mendasarkan pahamnya itu kepada ratio yang murni, di mana hukum positif harus
didasarkan pada dalil-dalil hukum alam. Oleh karena itu apabila hukum
positif tadi bertentangan dengan hukum alam, maka kekuatan mengikatnya lenyap.
C. MASA
ABAD PERTENGAHAN
1. Augustinus
(354-430).
Pada waktu itu yang memegang peran utama adalah
agama. Ilmu pengetahuan dan segala sesuatunya harus tunduk dan taat kepada
agama. Tujuan Negara merupakan persiapan untuk Negara Tuhan. Di
samping itu justru adanya negara dunia untuk memberantas musuh-musuh gereja
agar dapat tercapai dan tercipta Negara Tuhan.
2. Thomas
Aquino
Tentang hubungan antara negara dengan gereja terdapat
perbedaan pendapat antara Augustinus dengan Thomas Aquino. Menurut
pendapat Augustinus pada dasrnya Negara dan gereja terpisah satu sama
lain. Sedangkan berdasarkan paham Thomas Aquino Negara itu didukung dan
dilindungi oleh gereja demi tercapainya kemuliaan yang abadi, sehingga ada
hubungan kerja sama antara negara dengan gereja.
3. Dante
Alighieri. (1265-1321)
Tujuan negara menurut pendapatnya adalah untuk
menyelenggarakan perdamaian dunia dengan jalan mengadakan hukum yang sama bagi
semua umat.
Hukum olehnya diartikan dan diterjemahkan sebagai hubungan
benda dan pribadi antara manusia dengan manusia, justru karena inilah keutuhan
masyarakat akan tetap aman.
Dante seorang realis. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa
ia mendambakan kekuasaan kaisar diatas segala-galanya tanpa ia harus menolak
akan kewenangan paus yang sudah disudutkan dalam kubu
kerohaniannya. Karena kaisar pun menjelma atas dasar kemauan Tuhan atas
segenap hamba sahayanya.
4. Marsiglo
di Padua (1270-1340)
Ia berpandangan bahwa Negara sebagai kekuasaan sedunia
diganti oleh negara sebagai pusat kekuasaan tetap yang berdiri lalu dengan
hubungan sesuatu kekuasaan yang lebih tinggi seperti gereja. Pun meskipun
ia tinggal di lingkungan kaisar tersebut, namun tidak menceritakan perihal
kekaisaran, bahkan rakyat diperbolehkan menghukum para penguasa bilamana
melanggar hukum.
D. MASA
RENAISSANCE
1. Niccolò
Machiavelli (1469-1527)
Tujuannya adalah untuk mencapai cita-cita atau tujuan
politik demi kebesaran dan kehormatan Negara Italia, agar menjadi seperti masa
keemasan Romawi. Untuk dibutuhkan kekuatan yang dapat mempersatukan
daerah-daerah sebagai negara tunggal. Sebab pada waktu itu Italia terpecah
belah atas kekuatan-kekuatan, seperti: pemerintah Naples, Roma dan Negara
Gereja, Venesia, Modena, Lucca, Piombino, sehingga tidak ada stabilitas
politik.Ditambah lagi usaha-usaha pihak Spanyol, Prancis, Jerman yang hendak
menguasainya.Dalam upaya kea rah itu tidak perlu diingat moral dan kesusilaan sebab
moral dan kesusilaan itu hanyalah merupakan kenang-kenangan belaka.
2. Jean
Bodin (1530-1596)
Ia seorang pemikir yang mengerti benar praktek-praktek hidup
dan mendasarkan pendapatnya itu pada penelitian-penelitian peristiwa dalam sejarah,
karenanya ia mengerti kecenderungan akan pemerintahan absolute dan paham akan
nilainya.
3. Aliran
Monarchomachen.
Artinya pembenci raja atau musuh-musuh raja. Pengertian
tersebut tidak mengenai sasaran, karena hanya ditujukan pada pertandingan
terhadap keburukan-keburukannya yang tertentu saja juga tidak kepada
pemerintahan yang bersifat absolute atau terhadap rajanya sendiri.
a. Pemuka-pemuka
dari kaum ini termasuk Hotman, Brutus, Buchanan, althusius, Mariana,
Bellarmin, Suarez, dan Milton
Persoalannya adalah hal yang lama, yaitu terhadap hubungan
antara agama dengan negara dalam kondisi baru sehingga bentuk persoalan
memungkinkan karena gerakan pembaruan agama dan Absolutism, hal itu telah
terlihat dari karya-karya kaum reformator.
b. Bellarmin
(1542-1621)
Menyatakan bahwa teori bentuk Negara yang baik adalah
monarkhi absolute, akan tetapi nyatanya dalam praktek menimbulkan kondisi yang
sebaliknya disebabkan kemerosotan akhlak manusia.
c. Francesco
Suarez (1548-1617)
Dalam tulisannya diuraikan hubungan antara raja, hukum Tuhan
dan hukum alam. Maka semua makhluk yang bersusila dalam segala hubungannya
ditentukan oleh hukum. Dan peraturan yang dikeluarkan oleh
seorang raja yang tak beragama atau tunasusila tidaklah mengikat
rakyat-rakyatnya, karena itu peraturan hukum-alam lebih tinggi kekuasaannya
dari kekuasaan manusia apa pun juga.
d. John
Milton
Miltonlah yang menyetujui pelaksanaan hukuman mati terhadap
raja Inggris Charles I.
Kemudian ia menjawab pernyataan "Dengan hak apakah raja
memerintah?" Menurut pendapatnya rakyat menjadi sumber dari kekuasaan
pemerintah, sehingga kedaulatan rakyat itu memang benar ada.
E. MASA
HUKUM KENEGARAAN POSITIF (Pertumbuhan dan perkembangan aliran Deutsche
Publisizten)
1. Fase
pertama: KF von Gerber dan Paul Laband
Aliran Deutsche Publizten Schule yang dipelopori oleh Von
Gerber timbul sebagai reaksi, baik terhadap hukum Romawi maupun terhadap hukum
alam.
Reaksi terhadap hukum Romawi:
Reaksi yang menghendaki agar cara menjalankan hukum public
janganlah disesuaikan dengan cara yang dilakukan terhadap hukum
perdata. Hal ini berarti bahwa untuk hukum public sesuai menemukan objek
dan metode sendiri yang kompatibel dengan sifat-sifat hukum public sendiri,
sehingga hukum pulik akan dijadikan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Reaksi terhadap hukum alam:
Sebagaimana diketahui hukum alam telah membedakan antara
kodrat manusia dan kodrat benda. Baik untuk kodrat manusia maupun untuk
kodrat benda dipakai metode penelitian deduktif, dengan pikiran murni dapat
dipikirkan apa yang menjadi isi budi Tuhan. Dan kemudian pada penelitian
budi Tuhan itu diketemukanlah hukum alam.
Pada pemikiran yang demikian timbul reaksi yang menimbulkan
positivisme.
2. Fase
kedua: Bluntschli dan Georg Jellinek
Zweisieten theorie, yaitu suatu teori yang memandang negara
dari 2 (dua) hal, adalah;
1. Segi sosiologis:
Yaitu suatu pandangan yang membicarakan Negara sebagai
gejala peristiwa sosial atau soziales Faktum; dan
2. Segi yuridis:
Yaitu suatu pandangan yang membicarakan
negara sebagai bangunan (lembaga-lembaga) hukum atau
rechsliche Institution.
Selanjutnya dengan diketemukannya Zweiseiten-theorie, maka
baik Allgemeine Staatslehre maupun Besondere Staatslehre itu terbagi
masing-masing pada 2 (dua) bagian, yaitu:
Pada Allgemeine Staatslehre:
a. Allgemeine
Soziale Staatslehre:
Yaitu Negara dilihat dari sudut sosiologis yang merupakan
gejala peristiwa sosial maupun Soziale Faktum.
b. Allgemeine
Staatsrechtslehre:
Yaitu negara dilihat dari sudut yuridis yang merupakan
bangunan atau lembaga-lembaga negara ataupun rechtsliche Institution.
Sedangkan pada Besondere Staatslehre, masing-nasing:
a. Individuelle
Staatslehre:
Yaitu Negara dilihat secara sosiologis yang merupakan gejala
peristiwa sosial ataupun Soziales Faktum.
b. Spezielle staatslehre:
Yaitu Negara dilihat secara yuridis yang merupakan bangunan
atau lembaga-lembaga hukum ataupun rechtsliche Institution.
3. Fase
ketiga: Hans kelsen
Hans kelsen menganggap bahwa Negara itu merupakan
kesatuan tata hukum atau normodening (behorenordening), yaitu tata ysng member
pedoman terhadap perilaku manusia apa yang seharusnya dilakukan dan tidak
dilakukan.
Jadi metode normalogis yaitu suatu metode yang dalam proses
penyelidikannya membuat norm menjadi ordering dengan norm itu harus dimasak
secara logis dengan tidak mengimgat akan factor perasaan., Agar menjadi suatu
system atau ilmu pengetahuan.
F. MASA
ILMU POLITIK SEBAGAI ILMU YANG BERDIRI SENDIRI
Dalam mengejar dan mengarahkan diri kepada nilai-nilai
mutlak manusia hanyalah mencapai nilai-nilai mutlak itu manusia hanyalah
mencapai dan berada dalam dunia kebudayaan yang terdiri atas dua bentuk:
1. Bentuk kasar atau
prailmu pengetahuan yang mengandung:
a. Pikiran Rakyat;
dan
b. Bahasa rakyat.
2. Bentuk khusus atau
ilmu pengetahuan yang mengandung:
a. Ilmu
pengetahuan;
b. Etik;
c. Estetika.
Adalah barang mustahil untuk manusia untuk mencapai
kebenaran sejati, sebab manusia adalah manusia dengan segala cacat-cela yang
ada padanya, tidak daya tidak upaya.
Staatslehre Hermann Heller dapat dilihat dari 2 sisi yaitu:
1. Dari Sudut Positif
Yaitu sebagai reaksi terhadap Georg Jellinek yang menganggap
ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, karena
hanya menjalankan, melarapkan dan mempraktekkan segala hasil penelitian yang
diperoleh ilmu negara untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2. Dari Sudut Negatif
Yaitu melancarkan kritik terhadap Hans Kelsen pada bukunya
yang berjudul Allgemeine Staatslehre dan Reine Rechslehre.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar