Selasa, 02 April 2013

ilmu negara


ILMU NEGARA

ISI RINGKASAN
Pendahuluan.
Istilah Ilmu Negara barasal dari bahasa:
a.       Belanda: “Staatsleer”  (Staat = Negara dan Leer = Ilmu)
b.      Jerman: “Staatslehre”
c.       Inggris: “Theory of State”
d.      Prancis: “Thorie d’etat”
Orang pertama yang melakukan penyelidikan tentang ilmu Negara ialah seorang sarjana jerman bernama Georg Jellinek dalamam bukunya yang berjudul “Allgemeine Staatslehre” Itu lah sebabnya ia dianggap sebagai bapak Ilmu Pengetahuan.
Ilmu Negara adalah Ilmu pengetahuan yang 
menyelidiki dan mempelajari sendi-sendi pokok dan pengertian-pengertian tentang Negara.
Georg Jellinek adalah pencipta sistematika Ilmu Negara dalam bukunya ia menyusun sistemmatika Ilmu Negara mengggunakan Methode Van Systematesering. Menurut Jellinek Staatwissenchaft dalam arti luas mempunyai Staatwissenchaft dalam arti sempit dan Rechtwissenchaft. Staatwissenchaft dalam arti sempit yaitu ilmu pengetahuan mengenai Negara yang menekankan pada Negara sebagai obyeknya dan Rechtwissenchaft yaitu ilmu pengetahuan mengenai Negara yang menekankan pada segi hukum.
Jellinek mula-mula menghimpun semua ilmu pengetahuan mengenai Negara (Staatwissenchaft dalam arti luas) kemudian ia memisah-misahkan atau menggolong-golongkan kedalam:
a.       Golongan ilmu pengetahuan negara yang menekankan pada Negara sebagai obyeknya yaitu HUkum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Antar Negara
b.      Golongan ilmu pengetahuan Negara yang menekankan pada segi hukumnya yaitu Hukum Perdata, Hukum Pidana, dan Hukum Acara Pidana/Perdata.
Dalam sistematika Jellinek Staatwissenchaft dalam arti sempir di bagi menjadi 3 golongan ilmu pengetahuan yaitu:
a.       Beschreibende Staatwissenchaft atau Staatenkunde: Ilmu pengetahuan yang melukiskan atau menceritakan tentang Negara yang di sebut History of State
b.      Theotirische Staatwissenchaft atau Staatslehre: dari bahan-bahan yang di peroleh Staatenkunde ini kemudian di cari inti permasalahannya di bidang hukum guna menyusun perumusan-oerumusan yang berlaku bagi semua bahan-bahan itu. Hasil dari pada usaha mencari perumusan-perumusan yang berlaku untuk semua bahan-bahan itu di sebut Staatslehre. Jellinek membagi Staatslehre kedalam dua ilmu pengetahuan yaitu
1.      Allgemeine Staatslehre: mengenai Negara sebagai pengertian umum. Jellinek menjelaskan teorinya (Zweiseiten Theorie) dengan mengatakan bahwa ada 2 segi yang masing-masing bersifat yurudis dan sosial. Yaitu Allgemeine Staatsrechtslehre (segi yuridis) dan Allgemeine Soziale Staatslehre (segi sosial)
2.      Besondere Staatslehre: mengenai Negara sebagai pengertian khusus. Dapat pula juga di bagi atas Inidividuelle Staatslehre dan Spezielle Staatslehre. 
c.       Praktische Staatwissenchaft  atau Politikologi: Adalah ilmu pengetahuan yang mempergunakan hasil praktek daripada Staatslehre.

Definisi tentang Negara

Pada masa itu telah mulai dipergunakan istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia yang telah menjelma menjadi perkataan L ‘Etat’ dalam bahasa Prancis. The State dalam bahasa Inggris dan De Staat dalam bahasa Belanda.



Hakekat Negara

Negara merupakan organisasi dari pada fungsi-fungsi bersama yang mengasumsikan jabatan-jabatan untuk fungsi-fungsi tersebut. Sehingga ada yang menganggap sifat hakekat Negara tidak lain adalah organisasi jabatan.

Bentuk Negara

Bentuk-bentuk Negara klasik yang terkenal ialah:
a.       Monarki, aristikrasi dan demokrasi yang lazimnya diukut dari jumlah orang yang menentukan kata akhir dalam soal-soal kenegaraan, dengan bentuk-bentuk kemerosotannya:
b.      Diktatoroklokrasi/plutokrasi dan mobokrasi. Pembagian yang lebih batu ialah dalam:
Monarki  dan republic yang kriteria utamanya ialah terpilihnya Kepala Negaranya, sedangkan pengertian dictator dan demokrasi sering dipakai sebagai sifat untuk menunjuk pemerintahnya.

Kedaulatan Negara
Yang menjadi permasalahan disini ialah siapa yang memegang kekuasaan tertinggi di dalam Negara? Teori yang lazim kita kenal ialah: Teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan hukum, serta teori kedaulatan Negara. Sebenarnya hanya ada tiga kedaulatan: teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan rakyat dan teori kedaulatan raja.


Definisi Konstitusi
            Konstitusi adalah tidak lain daripada seperangkat ketentuan mengenai tata cara bernegara suatu bangsa.
Beberapa masalah mengenai konstitusi ialah:
a.       Bentuknya: tertulis atau tidak tertulis
Apabila tertulis apakah dalam satu naskah atau dalam beberapa naskah, sedangkan a[abila dalam  satu naskah, apakah pokok-pokoknya saja yang diatur atau selengkap-lengkapnya.
b.      Isinya selain yang fundamental bagi struktur organisasi Negara juga mengenai segala aspek kehidupan bernegara rakyatnya. 

Macam-macam Konstitusi
            Di dalam teori kenegaraan di kenal konstitusi yang diklasifikasikan sesuai dengan sifat, peranan, pertumbuhannya secara teoritis dan lain-lain.
Yang perlu dikemukakan disini adalah dua macam yaitu:
1.      Yang betul-betul penjelmaan suatu ide bernegara, lazimnya disebtu konstitusi yang murni.
Konsitusi semacam ini tidak petlu dicari lagi norma yang di jadikan dasar pembentukannya. Konstitusi ini merupaka suatu kekuasaan yang mendiri bersumber pada falsafah hidup yang terpencar ke suatu pandangab atau ide bernegara. (Normaloze Macht).
2.      Yang lain ialah konstitusi “buatan” seolah-olah prefabricated yang kekuasaannya berdasar pada konstitusi lain.

Terjadinya Negara Secara Sekunder
      Yang dimaksud dengan terjadinya Negara secara sekunder adalah teori yang membahas tentang terjadinya Negara yang dihubungkan dengan Negara-negara yang telah ada sebelumnya. Jadi yang penting dalam pembahasan terjadinya Negara sekunder ini adalah masalah pengakuan atau Erkening.
      Mengenai masalah pengakuan atau Erkening ini ada 3 macam sebagaia berikut:
a.       Pengakuan De Facto (Sementara)
Adalah pengakuan yang bersifat sementara terhadap munculnya atau terbentuknya suatu begara baru, karena kenyataannya Negara baru itu memang ada namun apakah prosedurnya melalui hukum, hal ini masih dalam penelitian hingga akibatnya pengakuan yang diberikan adalah bersifat sementara. Pengakuan De Facto ini dapat meningkat kepada pengakuan De Jure apabila prosedurnya muncul nya Negara baru itu memalui prosedur hukum yang sebenarnya.
b.      Pengakuan De Jure (Pengakuan Yuridis)
Adalah pengakuan yang seluas-luannya dan bersifat tetap terhadap munculnya atau timbulnya atau terbentuknya suatu Negara, dikarenakan terbentuknya Negara baru adalah berdasarkan yuridis atau berdasarkan hukum.
c.       Pengakuan Atas Pemeritahan De Facto
Adalah suatu pengakuan hanya terhadap pemerintahan daripada suatu Negara. Jadi yang diakui hanya terhadap pemerintahan, sedangkan terhadap wilayahnya tidak diakui. Unsur-unsur adanya Negara adalah harus ada pemerintahan, wilayah, dan rakyat. Jadi kau hanya pemerintahan saja yang ada maka itu bukanlah merupakan Negara karena tidak cukup unsurnya-unsurnya

Tujuan Negara
            Tujuan Negara ialah Negara itu sendiri. Kata Hegel Negara itu adalah person yang mempunyai kemampuan sendiri dalam mengejar pelaksanaan ide umum. Ia memelihara dan menyempurnakan diri sendiri. Maka kewajiban tertinggi manusia adalah menjadi warga Negara sesuai dengan undang-undang, kaum dictator menganut paham, Negara itu sendiri sebagai tujuan .
Tujuan Negara menurut para ahli:
a.       Menurut Agustinus tujuan Negara ialah dihubungkan dengan cita-cita manusia hidup di alam kekal yaitu sesuai yang diinginkan Tuhan.
b.      Menurut Shang Yang menghubungkan tujuan Negara dengan mencari kekuasaan semata, sehingga Negara ini identic dengan penguasa.
c.       Menurut John Locke dalam pembentukan political or civil society, manusia itu tidak melepaskan hak asasinya.

Tipe-Tipe Negara
            Teori tipe-tipe Negara bermaksud membahas tentang penggolongan Negara dengan di dasarkan kepada ciri-ciri yang khas, yakni:
1.      Tipe-tipe Negara menurut Sejarah.
Tipe Negara menurut sejarahnya ada:
a.       Tipe Sejarah Negara Timur Purba
b.      Tipe Negara Yunani Kuno
c.       Tipe Negara Romawi
d.      Tipe Negara Abad Pertengahan
e.       Tipe Negara Modern
2.      Tipe Negara yang di tinjau dari sisi Hukum.
Tipe-tipe Negara menurut sejarah atau ide historische hoofd typen van de staats meninjau penggolongan Negara berdasarkan sejarah pertumbuhannya.
Tipe Negara dari Tinjauan Hukum adalah penggolongan Negara-negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan rakyat.
a.       Tipe Negara Policie
b.      Tipe Negara Hukum ada 3 bentuk yaitu: Tipe Negara Hukum Liberal, Tipe Negara Hukum Formil, dan Tipe Negara Hukum Materiil.

Bentuk Negara
            Menurut teori modern sekarang ini, bentuk Negara yang terpenting ialah: Negara Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat
Negara Kesatuan ialah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat dimana di seluruh Negara yang berkuasa hanya satu pemerintah yang mengatur selurut daerah. Sedangkan Negara Serikat itu ialah suatu Negara yang merupakan gabungan daripada beberapa Negara yang menjadi Negara-negarabagian daripada Negara serikat itu.
Menurut Montequieu dalam suatu sistem pemerintahan Negara, ketiga jenis oemerintahan itu harus terpisah baik mengenai fungsi (tugas) maupun  mengenai alat penangkapan (organ) yang melaksanakan:
1.      Kekuasaan legislatife, dilaksanakan oleh suatu badan perwakilan rakyat (parlement).
2.      Kekuasaan exsekutif, di laksanakan oleh pemerintah
3.      Kekuasaan yudikatif, dilaksanakan oleh badan peradilan.

Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara dan Hukum Adminitrasi Negara serta Hukum Antar Negara:
Ilmu Negara memberikan pengertian-pengertian serta sendi-sendi pokok dari pada Negara dan hukum tata Negara. Dengan pengetahun dasar ini terbukalah lapangan untuk mempelajari tentang hukum yang mengenai kenegaraan ini yang sedang berlaku di suatu Negara pada suatu waktu dan hukum yang di maksudkan terakhir ini meliputi:  
1.      Hukum tata Negara, yaitu hukum positif yang mengatur tentang susunan atau organisasi atau struktur daripada Negara dalam keadaan diam.
2.      Hukum Tata usaha Negara, adalah hukum pisitif yang mengenai Negara dalam keadaan bergerak.
3.      Hukum Antar Negara, hukum positif yang mengenai dua Negara atau lebih atau singkatnya mengenai hukum internasional antar Negara-negara di dunia.  
Cabang Ilmu Negara yang berhubungan dengan Ilmu Negara
a.       Political History: Sejarah tentang pembentukan Negara, perkembangan dan pertumbuhannya serta pula kemundurannya.
b.      Constitutional History: sejarah dari konstitusi sebagai bangunan Negara yang istimewa, yaitu yang meliputi segala-gala karena merupakan sumber dari segala bangunan Negara.
c.       Instutional History: sejarah dari bangunan Negara masing-masing.


3 Fase Perkembangan Ilmu Negara:
a.       Fase Theologis (religious stage) : Gejala-gejala politis di kembalikan pada sebab-sebab yang gaib. Fase ini dimulai dari zaman purba sampai paham tentang hak raja yang bersifat ketuhanan.
b.      Fase Methaphysis (methaphysis stage) : Dimana Negara dianggap sebagai bangunan manusia yang paling sempurna, seperti ajaran dari Plato, Aristoteles, ahli-ahli Skolastik dari abad menengah dari akhir-akhir dari Hagel.
c.       Fase Positif (positive stage): Dimana Negara dianggap sebagai bangunan manusia yang dapat di dinilai dan di perbaiki dengan observasi dan eksperimentasi yang empiris. Fase ini dianggap dimulai sejak zaman Renaissance yaitu oleh N. Machiavelli sampai sekarang.

Sumber-sumber bagi Ilmu Negara:
      Sebagai sumber yang dapat memberikan bahan-bahan kepada kita dalam mempelajari ilmu Negara dibedakan antara lain:
a.       Sumber Kontinental (Eropa Barat):
Ini meliputi ajaran-ajaran dari para negarawan di Eropa Barat yang dapat dibedakan lagi antara lain: Antiek dan modern.
b.      Sumber Anglo-Saxon:
Yang meliputi ajaran-ajaran negarawan di Inggris dan Amerika Serikat.



Hukum Kodrat
Hukum Kodrat merupakan pertama-tama hasil ciptaan kaum Stoa di Yunani, dengan pemimpinnya yang bernama ZENO.
            Kemudian paham mengenai hukum kodrat ini telah dilanjutkan sampai abad ke 20 sehingga kita kenal beberapa fase daripada ajaran tentang hukum Kodrat ini yakni:
1.      Pertama: ajaran dari kaum Stoa yang meneruskan ajaran Plato dan Socrates, tetapi sudah bersifat kosmopolitis dengan isi ajaran:
a.       Ada hukum abadi yang menguasai seluruh dunia
b.      Dasar dari hukum abadi ini adalah budi Tuhan.
2.      Kedua: ajaran Thomas AQUINO dari abad menengah dimana agama katolik Roma sangat menguasainya dengan isi ajaran:
a.       Seluruh dunia dikuasai oleh hukum abadi.
b.      Dasar dari hukum ini adalah kehendak Tuhan yang didapatkan dalam Kitab Suci dari agama katolik Roma.
3.      Ketiga: ajaran Hugo GRATIUS yang mengajarkan adanya hukum kodrat yang rasionalistis individualistis dengan isi ajaran
a.       Asas dari hukum adalah ditentukan oleh hukum kodrat.
b.      Dasar dari hukum kodrat ini adalahbudi manusia masing-masing.
4.      Keempat: ajaran Rudolf STAMMLER dalam “Die Lehre von dem Richtige Rechte” (Berlin, 1902) yang mengajarkan:
a.       Tidak ada hukum yang berlaku abadi, akan tetapi ada hukum yang tepat untuk masa tertentu dan berlaku absolut;
b.      Dasar dari hukum yang tepat itu adalah “Sociale ideal” atau cita-cita dari masyarakat.

Hukum Romawi
Sejarah Hukum Romawi
1.      Perkembangan hukum Romawi dimulai dengan kodifikasi undang-undang 12 batu dan diakhiri dengan kodifikasi lain yaitu Corpus luris Civilis.
2.      Mempelajari praktis karena hukum Perdata Indonesia secara kita ada 2 arti yaitu;
a.       Arti praktis, karena hukum perdata Indonesia secara tidak langsung mempengaruhi juga oleh hukum romawi.
b.      Arti teoretis, karena sejarahnya menujukkan kepada kita, bahwa ada pengaruh timbal balik antara hukum dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat.
3.      Dari sejarahnya kita ketahui, bahwa dalam ilmu hukumnnyalah orang Romawi itu adalah asli. Yang asli ialah Rechtsdogmatieknya yaitu ilmu pengetahuan tentang hubungan antara hakim, undang-undang, dan hukum.
4.      Dengan jalan resepsi hukum Romawi telah pernah mencapai puncaknya dengan menguasai hukum di Eropa Barat sehingga dapat dikatakan, bahwa hukum perdata di eropa barat adalah sama dengan hukum Romawi.


Pengaruh Hukum Romawi terhadap Ilmu Negara.
Meskipun aslinya hanya bergerak dalam lapangan hukum public, tetapi kemudian Deutsche Publizizten Schule terpaksa juga untuk memasuki lapangan kenegaraan, yaitu karena di dorong oleh keadaan politik waktu itu. Seperti di ketahui dalam sejara, maka pada tahun 1871 negara jerman dari statenbord telah menjelma menjadi Budesstaat Jerma, sebagai akibat kemenangan terhadap pranci, raja Prusia diangkat oleh raja-raja jerman menjadi Kaisar jerman dan berkuasa penuh.


Obyek Ilmu Negara
            Ilmu Negara mengganggap Negara sebagai obyek penyelidikannya. Antara lain meliputi pertumbuhan, sifat, hakekat dan bentuk-bentuk Negara. Hukum Tata Negara juga menggangap Negara sebagai obyekny, terutama tentang hubungan antara alat-lata perlengkapan Negara
            Pembahasan ilmu Negara menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat umum dengan menganggap Negara sebagai genus (bentuk umum) dan mengesampingkan/mengabaikan sifat-sifat khusus dari Negara-negara.

Perbedaan Ilmu Tata Negara dari Ilmu Negara.
            Ilmu Negara menyelidiki/membahas Negara dalam teori-teori yang umum dengan mengesampingkan sifat-sifat khusus dari setiap Negara-negara. Sedangkan HUkum Tata Negara menyelidiki/membahas suatu sistem Hukum Tata Negara Indonesia< Hukum Tata Negara Inggris, Hukum Tata Negara Belanda dan sebagainya.

Hukum Tata Negara
            Jadi Hukum Tata Negara itu menguraikan perkembangan pertumbuhan dan susunan suatu sistem alat-alat perlengkapan Negara tertentu sedangkan Ilmu Negara mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang bersifat menyeluruh yaitu berupa perhatian-perhatian pokok dan sendi-sendi pokok dari Negara secara umum.



Hubungan Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara
            Dengan demikian Ilmu Negara memberikan dasar-dasar teoretis kepada Hukum Tata Negara positif. Dan Hukum Tata Negara merupakan kongkretisasi dari pada teori-teori ilmu Negara. Jika dikatakan Hukum Tata Negara lebih bersifat praktis maka Ilmu Negara lebih bersifat teoretis.

Pendapat Para Ahli tentang Negara:
1.      Menurut Karl Mark: Negara adalah alat dari orang-orang yang kuat ekonominya untuk menguasai orang yang lemah ekonominya. Jadi kekuatan-kekuatan dalam bidang ekonomin menyebabkan seseorng/golongan dapat mempergunakan kekuatan tersebut untuk melaksanakan kehendak terhadap yang lemah atau menguasai yang lemah.
2.      Menurut Laski: Dalam bukunya “The State in Theory and Practice” mengatakan “Pada hakikatnya Negara hanyalah merupakan kekuasaan pemaksa yang digunakan untuk melindungi sistem hak dan kewajiban dari suatu lembaga produksi. Sebab tanpa organisasi yang memaksa ini kelanjutan kehidupan tak dapat berlangsung”
3.      Menurut Duguit: Dalam bukunya “Traite de Droit Constitutional” menganggap bahwa hukum dan Negara semata-mata sebagai suatu kenyataan. Ia tidak mengakui ha katas gezag. Juga ia tidak setuju dengan teori-teori Teokrasi dan teori tentang terjadinya suatu Negara melalui perjanjian masyarakat. Menurut pendapatnya, Negara terjadi karena orang-orang yang tua melaksanakan kehendaknya terhadap yang lemah.
4.      Menurut Jellinek: Menurutnya Negara merupakan penguasa yang terdiri dari kesatuan manusia  (sekumpulan orang-orang) yang berkuasa karena dianugerahi kekuasaan memerintah oleh alam/kodrat. Kesatuan/kelompok manusia ini sudah tentu lebih kuat/berkuasa jika dibandingkan dengan kekuatan setiap individu.

Tujuan Negara Menurut Pakar-pakar Kenegaraan.
a.       Shang Yang, tujuan Negara adalah menghimpun kekuasaan semata-mata
b.      Machiavelli, tujuan Negara adalah menghimpun kekuasaan untuk mencapai kebesaran, kekayaan serta kemakmuran Negara dan bangsa italia. Jadi ada tujuan lebih lanjut selain menghimpun kekuasaan.
c.       Dante, sebaiknya semua Negara di dunia ini menjadi satu membentuk suatu kerajaan dunia atau satu imperium dunia dibawah seorang raja atau kaisar. Tujuannya bukanlah semata-mata untuk menghimpun kekuasaan, tetapi juga untuk mencapai kedamaian di dunia seperti di kehendaki oleh Tuhan.
d.      Kant, tujuan Negara ialah membentuk kekuasaan yang berdasarkan hukum yang menjamin hak-hak dan kemerdekaan setiap warganya. Dan untuk Kant setuju dengan sistem pemisahan kekuasaan Trias Politika dari Montesquieu.
e.       Fascisme, tujuan Negara lebih tinggi daripada tujuan setiap individu. Tetapi dalam kenyataannya tujuan Negara di tetapkan sendiri menurut selera para pemimpin Negara Fascis, kemauan pemimpin itu merupakan kemauan Negara dan tujuannya sendiri pun akhirnya menjadi tujuan Negara.

Bentuk Negara.
            Cara pembagian bentuk Negara menurut teori ini ialah dalam tiga bentuk, yaitu: Monarki, Ologarki, dan Demokrasi. Teori ini menggunakan sebagai ukurannya ialah jumlah orang yang diserahkan memelihara kepentingan umum/bersama adan membuat peraturan mengenai hal-hal tersebut tadi. Dengan kata lain melihat pada jumalah orang yang memegang pimpinan pemerintahan.
a.       Monarki, apabila yang memerintah itu hanya satu orang saja. Monarchi berasal dari kata-kata Yunani monos yang berarti tunggal atau satu dan arkien berarti memerintah.
b.      Oligarki, apabila jumlah yang memerintah terdiri dari beberapa orang. Oligarki artinya beberapa.
c.       Demokrasi, apabila pemerintah dilaksanakan oleh orang banyak/rakyat. Demos=rakyat.    





PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DENGAN BEBERAPA pemikirnya

A.                MASA YUNANI PURBA
1.                  Socrates ( 470 - 399 SM)
Menurut pendapatnya, di setiap hati kecil manusia memiliki rasa hukum dan keadilan yang sejati, bergemalah detak-detak kesucian sebab setiap itu merupakan sebagian dari Nur Tuhan Yang Maha Pemurah, adil dan penuh kasih sayang; meskipun detak-detak kesucian itu dapat terselubung dan ditutupi oleh kabut tebal kemilikan dan ketamakan, kejahatan, dan aneka ragam kedholiman, namun tetap ada dan tidak dapat dihilangkan laksana cahaya abadi.
2.                 Plato (429-347 SM)
Plato meneruskan ajaran Socrates . Dimulainya dengan ajaran tunggalnya Politeia dengan mana digambarkannya ideale staat atau negara sempurna, oleh karena itu filsafatnya disebut '' ideenler van Plato'' atau ajaran cita Plato yang terkenal dan tersohor sampai dewasa ini, atau juga disebut '' idealisme''.
Menurut ajarannya itu dikenal adanya 2 (dua) dunia yaitu:
1.                   Ideenwereld (dunia cita) yang bersifat immateriil :
Yaitu ide atau "kenyataan sejati" yang bersemayam di alam tersendiri, adalah di alam cita yang berada di luar "dunia palsu".
2.                   Natuurwereld (dunia alam) yang bersifat material :
Yaitu dunia fana yang bersifat palsu.
Asal mula negara menurut Plato karena banyaknya kebutuhan hidup dan keinginan manusia. Manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan serta keinginannya itu secara sendiri-sendiri. Sesuai dengan kecakapan masing-masing, mereka mendapat pembagian tugas dengan dasar bekerja sama. Maka manusia dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya itu.
Tentang negara sempurna dan baik itu yang bersifat ideal-etis dibutuhkan beberapa persyaratan. Untuk ituSocrates  telah mengajukan 2 (dua) persyaratan, sedangkan oleh Plato Persyaratan tersebut ditambah lagi, sehingga seluruhnya menjadi 3 (tiga) kondisi, yaitu:
1.                  Negara harus dijalankan oleh pejabat yang terdidik khusus.
2.                  Pemerintah harus ditujukan segalanya demi kepentingan umum; dan
3.                  Harus dicapai kesempurnaan susila dari rakyat.
Sehubungan dengan asal mula negara, maka dapatlah ditarik garis paralel antara sifat negara dan sifat manusia, yang mengakibatkan adanya penetapan 3 (tiga) macam sifat yaitu: kebenaran, keberanian, dan kebutuhan, maka dalam hal ini mengakibatkan pula terciptanya 3 (tiga) kelas didalam negara ideal-etis itu adalah:
1.                   The rulers atau para penguasa yaitu golongan pegawai yang terdidik khusus yang merupakan pemimpin-pemimpin Negara yang berusaha tercapai dan terselenggaranya kesempurnaan, good dan good life serta kepentingan umum. Para penguasa itu adalah Philosopher King.
2.                   The Guardians atau para pengawal negara; yaitu mereka yang menyelenggarakan keamanan, ketertiban, dan keamanan negara; dan
3.                   The Artisans atau karyawan; yang mereka yang menjamin makanan untuk kedua golongan tersebut di atas.
Selanjutnya di dalam bagian kedelapan dari politeia diuraikan mengenai bentuk-bentuk negara yang berjenis 5 (lima) macam yang sesuai dengan sifat-sifat tertentu dari jiwa manusia:
1.                  aristokrasi (aristocratie atau aristocracy)
2.                  Oligarkhi (Oligarchie atau oligarchy)
3.                  Timokrasi (timocratie atau timocraty)
4.                  Demokrasi (democratie atau democracy)
5.                  Tirani (tyranie atau tyranny)
Bentuk negara yang diketengahkan dan dibagi oleh Plato, yaitu:
1.                The ideal form atau bentuk cita:
Yaitu bentuk Negara cita yang berusaha mencapai dan menyelenggarakan kesempurnaan, good dan good life serta kepentingan umum, berdasarkan keadilan.Hal itu dapat dirinci menjadi 3 (tiga) bentuk negara cita adalah:
a.                   Monarki (monarchie atau Monarchy) :
b.                  aristokrasi (aristocratie atau aristocracy) :
c.                   Demokrasi (demokratie atau democracy)
2.                   The coruption form (the degenerate form) atau bentuk pemerosotan:
Yaitu bentuk negara yang merupakan kebalikan dari bentuk negara cita. Jadi merupakan bentuk negara cita yang merosot (ontaarding). Pemerosotan ini disebabkan pemerintah tidak melakukan keadilan dan kepentingan umum, selalu ada kesewenang-wenangan tindakan.
Hal ini pun dapat dirinci menjadi 3 (tiga) bentuk negara pemerosotan, adalah:
a.                  tirani (tyranie atau tyrany):
b.                  OLIGARKHI (oligarchie atau oligarchy):
c.                   MOBOKRASI (mobocratie atau mobocracy):
3.                 Aristoteles (384-322 SM)
Karangannya terdiri dari dua bagian:
1.                  Sebagai hasil penelitian pertumbuhan polisi sebelum tahun 403 SM
2.                  Sebagai urutan polisi pada saat Aristoteles.
Tentang negara ia sependapat dengan Plato , yaitu negara bertujuan untuk:
1.                  Menyelenggarakan kepentingan warga negaranya; dan
2.                  Berusaha agar warga hidup baik dan bahagia (good life) didasarkan atas keadilan, keadilan itu memerintah dan harus menjelma di dalam negara.
Sehubungan dengan hal itu cara terjadinya negara menurut Aristoteles adalah bahwa manusia itu berbeda dengan hewan, sebab hewan dapat hidup sendiri, sedangkan manusia sudah dikodratkan untuk hidup berhubungan satu sama lain.
Tentang tujuan negara oleh Aristoteles dijelaskan, bahwa berhubung dengan pahamnya bersifat universal itu, maka lebih diutamakan adalah negara. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya ditujukan kepada kepentingan umum, berlandaskan keadilan yang merupakan keseimbangan kepentingan di atas daun neraca Themis(Dewi keadilan di dalam mitologi Yunani).
Ada 3 (tiga) macam bentuk negara yang termasuk ke dalam bentuk cita, dan untuk membedakannya satu sama lain dipakailah "kriterium" atau "ukuran" kuantitatif, yaitu mengenai jumlah orang yang memerintah.
1.                   One man rule pemerintahan satu orang; monarchi.
2.                   A few man rule atau pemerintahan beberapa / sedikit orang: aristokrasi; dan
3.                   The many men or the people rule atau pemerintahan orang banyak dengan tujuan untuk kepentingan umum: politeia, polity atau republic.
Pun terdapat 3 (tiga) macam bentuk negara yang termasuk ke dalam bentuk pemerosotan, dan untuk membedakannya satu sama lain dipakailah "kriterium" atau "ukuran" kualitatif, yaitu berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai:
1.                  Bilamana tujuannya itu didasarkan pada kepentingan satu orang secara diri sendiri untuk kepentingan pribadi: tirani atau despotie.
2.                  Bilamana tujuannya itu didasarkan kepada kepentingan segolongan orang atau beberapa orang: oligarkhi atau clique form ataupun Plutocrasi (yaitu berasal dari istilah Plutos artinya kekayaan dan cratia atau Cratein artinya memerintah. Jadi suatu pemerintahan di mana pimpinan negara di tangan sekelompok orang kaya dan kekayaanlah yang dihormati).
3.                  Bilamana tujuannya itu didasarkan tidak untuk kepentingan rakyat seluruhnya akan tetapi pakai nama rakyat: demokrasi.
Oleh karena itu disimpulkan bahwa dalam kenyataannya bentuk negara itu menjadi:
a.                  Bentuk negara campuran (mixed form)
b.                   Bentuk negara pemerosotan (corruption atau degenerate form).
4.                  Epicurus (342-271 SM)
Menurutnya masyarakat itu ada karena adanya kepentingan manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakat sebagai suatu kesatuan, tetapi manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat itu
Atas dasar pandangan ini Epicurus berpendapat bahwa terjadinya negara itu karena terdorong oleh karena adanya kepentingan sebagai elemen tunggal. Dan tujuan dari negara hanyalah menjaga tata tertib dan keamanan dalam masyarakat dengan tidak memperdulikan macam apa dan bagaimana negara itu.
Sedangkan tujuan tujuan masyarakat adalah kepentingan perorangan yang berarti keenakan diri pribadi tetapi bukan dalam arti materialistis atau materi melainkan keenakan jiwa atau rohani.
5.                  Zeno (300 SM)
Hasil dari aliran stoazijnen, maka timbul dalam kebudayaan Yunani apa yang disebut "hukum alam" atau "hukum asasi" (natuurrecht).
Maka oleh ajaran hukum alam dibedakan adanya 2 (dua) alam yaitu:
1.                   kodrat manusia (natuur van de mens) dan
2.                   kodrat benda (natuur van de zaak).
Yang dimaksud dengan "kodrat manusia" yaitu dilihat pada sifat-sifat manusia, adalah kodrat yang terletak dalam budi manusia yang merupakan zat hakikat sedalam-dalamnya dalam manusia dan budi itu bersifat tradisional.
6.                  Polybios (204-122 SM)
Tentang negara Polybios melanjutkan pahamnya Aristoteles. Diuraikan dalam bukunya bahwa proses perkembangan, pertumbuhan dan kemerosotan bentuk-bentuk negara secara psikologis online dengan sifat-sifat manusia menurut ajaran Aristoteles, yaitu bahwa tiadanya bentuk negara yang abadi, hal itu disebabkan sudah terkandung benih-benih pengrusakan, seperti pemberontakan, revolusi, dan sebagainya.
Benih-benih itu disebabkan karena sifat-sifat manusia yaitu:
a.       Keinginan dan persamaan:
Yaitu ada keinginan persamaan terhadap mereka yang merasa dirinya sama dengan orang-orang yang lebih beruntung atau lebih kaya dari mereka, kecuali hal itu ada keinginan sama dengan orang-orang yang memegang pimpinan Negara; dan
b.      Keinginan akan perbedaan:
Yaitu ada keinginan perbedaan terhadap mereka yang merasa dirinya berbeda dengan orang-orang lain atau merasa dirinya itu lebih tinggi dari yang lainnya, sehingga berakibat ingin diperlakukan berbeda dari yang lainnya.
B.                 MASA ROMAWI
1.                  Masa Pemerintahan
Yaitu masa Koningschap atau pemerintah. Yang jadi pimpinan Negara seorang raja, sehingga bentuk Negara merupakan monarkhi. Masa ini tidak begitu penting dalam pertaliannya dengan isi kedaulatan rakyat. Waktu tersebut bersifat legend.
2.                  Masa Republik
Republik atau Republiek berasal dari kata Res berarti "kepentingan" dan Publica berarti "umum". Republik artinya suatu pemerintahan yang menjalankan kepentingan umum.


3.                  Masa Prinsipat
Masa ini dimulai dengan Caesar. Meskipun pada waktu para Princep s atau raja-raja Romawi belum memiliki kewibawaan (gezag) namun pada hakikatnya merupakan oaring yang memerintah secara mutlak.
5.          Cicero
Pahamnya menolak paham Epicurus yang bersifat individualistis itu, di mana titik berat terletak pada kepentingan tunggal. Sedangkan paham Cicero mendapat pengaruh dari paham Zeno yang mendasarkan pahamnya itu kepada ratio yang murni, di mana hukum positif harus didasarkan pada dalil-dalil hukum alam. Oleh karena itu apabila hukum positif tadi bertentangan dengan hukum alam, maka kekuatan mengikatnya lenyap.
C.                 MASA ABAD PERTENGAHAN
1.                  Augustinus (354-430).
Pada waktu itu yang memegang peran utama adalah agama. Ilmu pengetahuan dan segala sesuatunya harus tunduk dan taat kepada agama. Tujuan Negara merupakan persiapan untuk Negara Tuhan. Di samping itu justru adanya negara dunia untuk memberantas musuh-musuh gereja agar dapat tercapai dan tercipta Negara Tuhan.
2.                  Thomas Aquino 
Tentang hubungan antara negara dengan gereja terdapat perbedaan pendapat antara Augustinus dengan Thomas Aquino. Menurut pendapat Augustinus pada dasrnya Negara dan gereja terpisah satu sama lain. Sedangkan berdasarkan paham Thomas Aquino Negara itu didukung dan dilindungi oleh gereja demi tercapainya kemuliaan yang abadi, sehingga ada hubungan kerja sama antara negara dengan gereja.
3.                  Dante Alighieri. (1265-1321)
Tujuan negara menurut pendapatnya adalah untuk menyelenggarakan perdamaian dunia dengan jalan mengadakan hukum yang sama bagi semua umat.
Hukum olehnya diartikan dan diterjemahkan sebagai hubungan benda dan pribadi antara manusia dengan manusia, justru karena inilah keutuhan masyarakat akan tetap aman.
Dante seorang realis. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa ia mendambakan kekuasaan kaisar diatas segala-galanya tanpa ia harus menolak akan kewenangan paus yang sudah disudutkan dalam kubu kerohaniannya. Karena kaisar pun menjelma atas dasar kemauan Tuhan atas segenap hamba sahayanya.
4.                  Marsiglo di Padua (1270-1340)
Ia berpandangan bahwa Negara sebagai kekuasaan sedunia diganti oleh negara sebagai pusat kekuasaan tetap yang berdiri lalu dengan hubungan sesuatu kekuasaan yang lebih tinggi seperti gereja. Pun meskipun ia tinggal di lingkungan kaisar tersebut, namun tidak menceritakan perihal kekaisaran, bahkan rakyat diperbolehkan menghukum para penguasa bilamana melanggar hukum.
D.                 MASA RENAISSANCE
1.                  Niccolò Machiavelli (1469-1527)
Tujuannya adalah untuk mencapai cita-cita atau tujuan politik demi kebesaran dan kehormatan Negara Italia, agar menjadi seperti masa keemasan Romawi. Untuk dibutuhkan kekuatan yang dapat mempersatukan daerah-daerah sebagai negara tunggal. Sebab pada waktu itu Italia terpecah belah atas kekuatan-kekuatan, seperti: pemerintah Naples, Roma dan Negara Gereja, Venesia, Modena, Lucca, Piombino, sehingga tidak ada stabilitas politik.Ditambah lagi usaha-usaha pihak Spanyol, Prancis, Jerman yang hendak menguasainya.Dalam upaya kea rah itu tidak perlu diingat moral dan kesusilaan sebab moral dan kesusilaan itu hanyalah merupakan kenang-kenangan belaka.
2.                  Jean Bodin (1530-1596)  
Ia seorang pemikir yang mengerti benar praktek-praktek hidup dan mendasarkan pendapatnya itu pada penelitian-penelitian peristiwa dalam sejarah, karenanya ia mengerti kecenderungan akan pemerintahan absolute dan paham akan nilainya.
3.                  Aliran Monarchomachen.
Artinya pembenci raja atau musuh-musuh raja. Pengertian tersebut tidak mengenai sasaran, karena hanya ditujukan pada pertandingan terhadap keburukan-keburukannya yang tertentu saja juga tidak kepada pemerintahan yang bersifat absolute atau terhadap rajanya sendiri.
a.                   Pemuka-pemuka dari kaum ini termasuk Hotman, Brutus, Buchanan, althusius, Mariana, Bellarmin, Suarez, dan Milton
Persoalannya adalah hal yang lama, yaitu terhadap hubungan antara agama dengan negara dalam kondisi baru sehingga bentuk persoalan memungkinkan karena gerakan pembaruan agama dan Absolutism, hal itu telah terlihat dari karya-karya kaum reformator.
b.                   Bellarmin (1542-1621)
Menyatakan bahwa teori bentuk Negara yang baik adalah monarkhi absolute, akan tetapi nyatanya dalam praktek menimbulkan kondisi yang sebaliknya disebabkan kemerosotan akhlak manusia.
c.                    Francesco Suarez (1548-1617)
Dalam tulisannya diuraikan hubungan antara raja, hukum Tuhan dan hukum alam. Maka semua makhluk yang bersusila dalam segala hubungannya ditentukan oleh hukum.   Dan peraturan yang dikeluarkan oleh seorang raja yang tak beragama atau tunasusila tidaklah mengikat rakyat-rakyatnya, karena itu peraturan hukum-alam lebih tinggi kekuasaannya dari kekuasaan manusia apa pun juga.
d.                   John Milton
Miltonlah yang menyetujui pelaksanaan hukuman mati terhadap raja Inggris Charles I.
Kemudian ia menjawab pernyataan "Dengan hak apakah raja memerintah?" Menurut pendapatnya rakyat menjadi sumber dari kekuasaan pemerintah, sehingga kedaulatan rakyat itu memang benar ada.
E.                 MASA HUKUM KENEGARAAN POSITIF (Pertumbuhan dan perkembangan aliran Deutsche Publisizten)
1.                  Fase pertama: KF von Gerber dan Paul Laband
Aliran Deutsche Publizten Schule yang dipelopori oleh Von Gerber timbul sebagai reaksi, baik terhadap hukum Romawi maupun terhadap hukum alam.
Reaksi terhadap hukum Romawi:
Reaksi yang menghendaki agar cara menjalankan hukum public janganlah disesuaikan dengan cara yang dilakukan terhadap hukum perdata. Hal ini berarti bahwa untuk hukum public sesuai menemukan objek dan metode sendiri yang kompatibel dengan sifat-sifat hukum public sendiri, sehingga hukum pulik akan dijadikan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Reaksi terhadap hukum alam:
Sebagaimana diketahui hukum alam telah membedakan antara kodrat manusia dan kodrat benda. Baik untuk kodrat manusia maupun untuk kodrat benda dipakai metode penelitian deduktif, dengan pikiran murni dapat dipikirkan apa yang menjadi isi budi Tuhan. Dan kemudian pada penelitian budi Tuhan itu diketemukanlah hukum alam.
Pada pemikiran yang demikian timbul reaksi yang menimbulkan positivisme.
2.                  Fase kedua: Bluntschli dan Georg Jellinek
Zweisieten theorie, yaitu suatu teori yang memandang negara dari 2 (dua) hal, adalah;
1.      Segi   sosiologis:
Yaitu suatu pandangan yang membicarakan Negara sebagai gejala peristiwa sosial atau soziales Faktum; dan
2.      Segi   yuridis:
Yaitu suatu pandangan yang membicarakan negara   sebagai bangunan (lembaga-lembaga) hukum atau rechsliche Institution.
Selanjutnya dengan diketemukannya Zweiseiten-theorie, maka baik Allgemeine Staatslehre maupun Besondere Staatslehre itu terbagi masing-masing pada 2 (dua) bagian, yaitu:
Pada Allgemeine Staatslehre:
a.       Allgemeine Soziale Staatslehre:
Yaitu Negara dilihat dari sudut sosiologis yang merupakan gejala peristiwa sosial maupun Soziale Faktum.
b.      Allgemeine Staatsrechtslehre:
Yaitu negara dilihat dari sudut yuridis yang merupakan bangunan atau lembaga-lembaga negara ataupun rechtsliche Institution. 
Sedangkan pada Besondere Staatslehre, masing-nasing:
a.       Individuelle Staatslehre:
Yaitu Negara dilihat secara sosiologis yang merupakan gejala peristiwa sosial ataupun Soziales Faktum.
b.      Spezielle staatslehre:
Yaitu Negara dilihat secara yuridis yang merupakan bangunan atau lembaga-lembaga hukum ataupun rechtsliche Institution.
3.                  Fase ketiga: Hans kelsen
Hans kelsen menganggap bahwa Negara itu merupakan kesatuan tata hukum atau normodening (behorenordening), yaitu tata ysng member pedoman terhadap perilaku manusia apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan.
Jadi metode normalogis yaitu suatu metode yang dalam proses penyelidikannya membuat norm menjadi ordering dengan norm itu harus dimasak secara logis dengan tidak mengimgat akan factor perasaan., Agar menjadi suatu system atau ilmu pengetahuan.
F.                  MASA ILMU POLITIK SEBAGAI   ILMU YANG BERDIRI SENDIRI
Dalam mengejar dan mengarahkan diri kepada nilai-nilai mutlak manusia hanyalah mencapai nilai-nilai mutlak itu manusia hanyalah mencapai dan berada dalam dunia kebudayaan yang terdiri atas dua bentuk:
1.      Bentuk kasar atau prailmu pengetahuan yang mengandung:
a.       Pikiran Rakyat; dan
b.      Bahasa rakyat.
2.      Bentuk khusus atau ilmu pengetahuan yang mengandung:
a.       Ilmu pengetahuan;
b.      Etik;
c.       Estetika.
Adalah barang mustahil untuk manusia untuk mencapai kebenaran sejati, sebab manusia adalah manusia dengan segala cacat-cela yang ada padanya, tidak daya tidak upaya.
Staatslehre Hermann Heller dapat dilihat dari 2 sisi yaitu:
1.      Dari Sudut Positif
Yaitu sebagai reaksi terhadap Georg Jellinek yang menganggap ilmu politik merupakan ilmu pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, karena hanya menjalankan, melarapkan dan mempraktekkan segala hasil penelitian yang diperoleh ilmu negara untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.      Dari Sudut Negatif
Yaitu melancarkan kritik terhadap Hans Kelsen pada bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre dan Reine Rechslehre.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar